Beginikah Cara Kalian Bertetangga?


Judul dari blog ini, sengaja, aku ambil dari ucapan Baginda Rasulullah Muhammad Shallahu 'Alaihi Wa Sallam. "Beginikah cara kalian bertetangga?"

Yakni ketika mulai periode dakwah di kota Mekkah, Rasulullah dan Bunda Khadijah rumahnya yang memang berada di 'kawasan elit' dan tentu saja, bertetangga dengan para milyurner, para konglomerat kota. Diantaranya ada Abu Lahab, Abu Jahal dan kawan-kawannya. Sejak Rasulullah mendakwahkan ketauhidan, mulai muncul reaksi penolakan dan kekerasan (walau kala itu belum seberapa, karena mereka masih menghormati Bunda Khadijah).

Singkat cerita, sebagai bentuk ketidaksukaan terhadap dakwah Rasulullah, setiap kali pagi hari saat Rasulullah hendak keluar rumah, mereka 'satu perumahan' atau satu kawasan elit itu beramai-ramai membuang sampah hingga jalanan yang akan dilewati Rasulullah penuh dengan sampah-sampah dari dalam rumah mereka. Namun, apa kata Rasulullah?

((Btw, obat jiwa yang manjur buatku, salah satunya adalah membaca Siroh Rasulullah, maka dengan kembali membaca siroh beliau, hati lebih tenang))

Rasulullah kemudian memungut semua sampah dan mengumpulkannya, membersihkannya, padahal semua sampah itu mengenai kaki mulianya. Dan kemudian dengan santun, beliau mengucapkan, "Beginikah cara kalian bertetangga?" 

Kejadian itulah yang kemudian mengingatkan diri ini, bahwa setiap kali ada seseorang atau sekelompok orang menyakiti secara nyata dan dekat dengan rumah, tak perlu dibalas dan sebisa mungkin, mengikuti cara Rasulullah. Tetap berbuat baik sebab Allah lah yang menilai dan menyaksikan kita.

Ujian Selalu Ada

Ya, bagaimana tidak diuji, sedangkan dunia ini memang tempatnya ujian.
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 241.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Tidak ada tempat steril di muka bumi ini yang tanpa ujian. Hanya beda levelnya saja, atau beda manusianya. Dulu, aku mengira kalau kita bisa memilih tetangga atau orang untuk tempat tinggal yang aman dan nyaman. Ternyata tidak demikian. Karena tidak semua orang memiliki sifat jujur apa adanya. Biasanya, ada yang tidak jujur dan malah membuat runyam sebab muncul prasangka tanpa ada rasa tabayyun sama sekali.

Urutan Berkasih sayang

Dari guruku, aku diberikan urutan untuk bisa love others atau minimal self love. Yaitu :
1. Honesty. Harus jujur di awal, sekalinya ada kedustaan, akan memunculkan kesengsaraan.
2. Acceptance. Setelah jujur, perlu penerimaan. Karena tanpa acceptance tidak akan muncul ke-3.
3. Respect. Saling peduli, ini seperti tafahum. Atau kalau diaplikasikan ke diri sendiri, memenuhi hak-hak diri, tidak berkeras diri karena ini badan bukan milik pribadi. Kelak semua akan diminta persaksian di hari yaumil akhir nanti.
4. Worth. Saling menghargai. Proses saling menghargai ini muncul jika 1,2,3 sudah dilakukan. Termasuk untuk diri sendiri, akan merasa worthy jika sudah respect.
5. And then, LOVE. Inilah puncak kebaikan. Inilah jalan kebahagiaan. Jalan para nabi dan rasul. Mencintai, tiada membenci atau ingin menguasai.

Kadang, seseorang merasa berkasih sayang pada sesama, tetapi masih menyembunyikan luka dan mengendapkannya. Padahal, ketika luka itu tersimpan, sebagaimana sampah yang sengaja dikubur dalam. Maka, pasti menimbulkan penyakit ke badan, minimal penyakit dalam jiwa. Karena layer halus, antara emosi dan mental, ketika tidak pulih, maka akan mengotori layer lainnya yang lebih krusial yakni spiritual. 

Ketika layer spiritual ternodai, akan sangat sulit jernih. Jangankan mengenal Allah sejati, bahkan mengenali diri, akan jadi buram dan gelap sekali. Dan kabar baiknya, tidak ada syarat apapun untuk memulihkan jiwa selain kesadaran utuh, kesadaran yang penuh didalam diri. Karena pulih, itu tanggung jawab pribadi, tanggung jawab diri sendiri. Bukan orang yang menyakiti. Sebab semua jawaban itu sejatinya sudah ada dalam diri sejati, our true self.

Pernah ada kisah dari guruku. Klien beliau, bahkan punya luka batin agak dalam. Ketika ditanya, apakah orangnya masih ada, jawabannya adalah 'sudah meninggal'. Bayangkan, luka itu sejatinya akan pulih jika diri sendiri mau memperbaiki. Bukan malah terus menghakimi sana-sini.

Guruku selalu mengajariku bahwa ketika ada orang yang melukai, siapapun itu, sejatinya tak ada urusannya dengan mereka. Karena itulah riil ujian untuk jiwa. Realitas yang hanya perlu untuk diterima. Agar bisa pulih, perlu upaya dari dalam diri, bukan dari mereka yang melukai. Kenapa? karena Allah yang mengatakan demikian dalam surat Ar-Ra'd ayat ke-11.

"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."

Ya, betul, Allah tidak menghendaki diri kita mengubah orang lain. Tetapi, Allah menghendaki diri kita untuk mengubah diri sendiri. Dalam hal proses healing journey ini pun berlaku, pasti!

Allah Tidak Menyukai Perkataan Keji dan Hina

Pernahkah kita yang senantiasa menghormati orang lain, kemudian orang tersebut tetiba menghakimi diri kita? 

Pernah?

Kata Almarhum kakekku, ucapan itu seperti air yang keluar dari mulut teko. Sebuah teko itu akan mengeluarkan isinya sesuai yang ada didalam badannya. Dan ketika orang berucap kasar dan buruk serta menghina, ya memang isinya diisi dengan hal tersebut. Sebab, jika tidak ada input yang seperti itu, tak akan memunculkan kata kotor dan keji kan ya. 

Dan guru terapisku juga mengatakan, "tidak perlu kecewa saat orang melontarkan kata-kata hina, karena kalimat itu sejatinya untuk diri mereka. Sebab apapun yang ditabur pasti akan dituai. Allah itu Maha Menyaksikan. Tenang."

Dalam surat An-Nisa ayat 148, Allah berfirman:

لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلْجَهْرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلْقَوْلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

Artinya: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Maka, berkata baik saja, atau diam.

Sebagaimana kata Rasulullah, Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)” (HR: al-Bukhari dan Muslim).

Pulih itu tanpa syarat, dan beginilah caraku pulih.

Artinya tidak tergantung kondisi di luar seperti apa, kondisi orang yang menyakiti, atau siapa. Bukan!

Pulih itu disaat hati kita sudah tenang, sudah lapang, sudah ridho dengan ketetapan takdir Allah atas ujian yang sedang diperjalankan untuk kita. Apapun ujiannya.

Hal yang harus kita ingat untuk perjalanan kedepan adalah bahwa setiap diri kita, pasti pernah mengalami peristiwa yang membuat terluka, hingga akhirnya menimbulkan sebuah emosi negatif. Sempat aku tulis bareng teman-teman Pemuda Istiqomah yang ebooknya rilis beberapa hari lalu (Healing with Qur'an).

Emosi negatif yang muncul itu bisa berupa amarah, kecewa, sedih, takut, dan lain-lain. Dan semua keluaran emosi tersebut sejatinya adalah sampah yang harus dikeluarkan, kita biasa menggunakan istilahnya released, alias dirilis. 

Maka. Mari, temui lukanya (bukan orang yang membuat luka, tapi RASA LUKANYA)!

Sadari dan kenali rasanya, terima rasa apapun itu dengan terhubung pada Allah, terkoneksi ke Allah, jangan ditolak!

Heal is Reconnection to Allah

Ya, pulih itu kembali terkoneksi. Sedangkan trauma itu, terdiskoneksi. Terputus dari diri, terputus dari (rahmat) Allah.

Apa ciri orang yang trauma? Biasanya tidak lain dan tidak bukan, jiwanya akan sangat menjadi keras, sulit menerima, alih-alih memaafkan, yang ada semakin marah dan sibuk mendendam. Karena coping mechanism orang yang terluka, orang yang trauma adalah sebisa mungkin melindungi dirinya sendiri dari luka itu. Dan buruknya, membalas luka dengan luka. Walaupun dalam Islam, ketika kita terluka, balaslah dengan kebaikan (seperti kisah Nabi Yusuf).

Maka, mari berusaha menjaga hati kita dalam state netral, dengan ridho dan yakin menjalani setiap alur kehidupan sebagaimana yang Allah perjalankan. Hingga kelak Allah menyudahi kesempatan hidup di dunia. Karena sejatinya, hidup di dunia ini hanya numpang sebentar untuk mengisi perbekalan panjang, di negeri keabadian. 

Rindu pada Pangkuan Allah

Hanya kerinduan dan kerinduan, setiap kali teringat bahwa manusia sedemikian menyakitkan, dalam setiap proses healing, cukup Allah saja yang Maha Memahami dan Memberi Kebaikan. Karena aku ingin bahagia dan ringan saat menemuiNya, maka, aku butuh mengeluarkan sampah emosi itu dengan cara yang ahsan, lembut, berkasih sayang. Jadilah aku tuliskan disini.

Karena kalau kita ingin cepat pulih, life hacks orang atau para pakar tuh banyak sekali. Tapi, enggak akan mampu pulih dan bisa memperoleh kebahagiaan sejati jika mengikuti teori ini itu zaman ini. Karena seperti yang disampaikan Imam Al-Ghazali dalam buku kimiyaaaus sa'adah, kebahagiaan sejati itu hanya dapat ditempuh dengan mengikuti perjalanan dan cara hidup para Nabi dan Rasul . Masya Allah!

Kewajibanku Lebih banyak dibandingkan Waktu yang Tersedia

Kalimat terakhir yang membuatku cukup mampu move on adalah teringat kata-kata Imam Hasan Al-Banna. Bahwa kewajiban kita sebagai mukmin ini sungguh banyak sekali dibandingkan waktu yang tersedia. Maka, tak akan ada waktu tersisa. Semua waktu itu berharga, modal utama yang kelak akan Allah minta pertanggungjawabannya.

Jadi, sejatinya tak ada waktu untuk memikirkan hal yang tidak perlu dipikir. Mengurusi hal yang tidak perlu diurus. Dan membicarakan hal yang tidak perlu dibicarakan. Karena tiga hal itulah sumber penderitaan. Maka, saatnya menuntaskan kewajiban-kewajiban!

Ya, kewajiban sungguh banyak tak terhingga. Bahkan waktu buat tidur pun bisa saja dikurangi untuk menuntaskan semua. Semoga Allah berikan rahmat dan ridho setiap harinya. Bukankan yang kucari selama ini hanya rasa tenang di hati? dan rasa tenang itu cuma satu saja rumusnya. Sudah termaktub dalam Al-Qur'an yang mulia.

"....(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram." (Q.S Ar-Ra'd : 28)

Alhamdulillahilladzii bini'matihi tatimmush sholihaat.

Comments

Popular posts from this blog

Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi

Mendidik Anak Usia 7-9 Tahun

Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun