Menemui dan Menghadapi Rasa Luka.




Salah satu cara memulihkan hati, mendatangi majlis ilmu yang menentramkan hati. Salah satu guru yang aku temui pada bulan Mei lalu, di Jakarta Timur adalah Gurunda Ustadz Firanda Andirja hafidzahullahu Ta'ala dalam dauroh sehari, Bait-Bait Khairunnisa.

Namun, kali ini aku mencari kajian beliau yang related dengan rasa traumaku. Yaitu tentang kehidupan bertetangga. Maka, sambil menyimak kajian, akupun berusaha menemui luka itu.  Sumber kajiannya di : https://www.youtube.com/watch?v=b2ygohYwupU

Alhamdulillah setelah menyimak kajian beliau, lega rasanya jiwa. Memang betul, salah satu cara supaya pikiran tidak diganggu bisikan setan adalah dengan cara menyibukkan diri dalam majlis keilmuan. Sebab dengan ilmulah akan memunculkan kesadaran. Dari kesadaran, memunculkan penghambaan hanya pada Allah, sebab dari sana saja, Allahlah yang menurunkan ketenangan.

Singkat cerita, pada tanggal 4 Agustus 2024, aku mengikuti sesi kelas healing. Bersama kak Zia yang stay di Australia. Beliau, masyaa Allah tabarakAllah, senantiasa memberikan pemahaman demi pemahaman dengan sangat calm, tenang dan perlahan-lahan sehingga akupun bisa mencerna dengan rasa yang penuh kelembutan.

Konon, orang-orang tuh takut memulihkan diri karena akan menyakitkan sekali. Ya, bagi yang healing dengan cara agak kasar dan cepat, memang cepat juga pulihnya tapi bekasnya bisa menjadi memori trauma yang baru.

Semua orang pasti pernah terluka. Bedanya pada responsnya saja. Ada yang membiarkan saja, ada yang tahu sedikit ilmunya (misalnya pernah ikut pelatihan) jadi mulai bisa memberi pertolongan pada diri sendiri. Tapi ada juga yang saking parahnya, sampai tidak menyadarinya bahwa dirinya toksik, biasanya gemar menyalahkan orang lain, tidak mau dinasihati, tidak mau berkaca, tidak mau disalahkan, sukanya main hakim dan menghakimi orang di luar diri, orang seperti ini, parah, sehingga perlu bala bantuan. Tapi untuk memanggil orang yang lebih ahli/paham dari sisi ilmu untuk memperbaiki luka pun butuh kesadarannya sendiri, bukan dipaksa atau atas dasar keterpaksaan. Kenapa? Karena untuk pulih, tanggung jawab pribadi (kepada Allah).

Luka Pasti Menimbulkan Bekas

Ya, namanya luka, maka luka itu pasti akan memberi efek. Jika lukanya pada kulit, kulit kita akan menjadi keras atau sebelum sembuh ganti kulit baru, dia mengeras. Kalau dalam jiwa, jiwa kita bisa jadi juga keras (karena tidak dipulihkan walopun itu skala kecil/remeh).

Apa yang terjadi jika tidak dipulihkan?
yang terjadi, saat luka tidak disembuhkan, maka ke depannya, akan mudah luka kembali atau akan tertrigger kembali (sembuhnya belum utuh, tapi masih on-off), terkadang tenang, kadang bergejolak ketika triggernya datang.

Orang yang terluka, biasanya akan menunjukkan coping mechanism. Bisa jadi, kita yang terluka akan membangun benteng yang keras, sehingga lama kelamaan, kita tak akan mampu merasakan perasaan yang asli (karena benteng pada lapisan atau layer dibangun sangat keras, tebal dan tinggi). Jika terjadi pada kulit, mati rasa.

Maka, saat aku mempelajari hal itu, aku menyadari bahwa orang yang keras, kepribadiannya, sifatnya, itu karena saking banyaknya dan besarnya luka batin yang terakumulasi sepanjang hidupnya. Jadi, aslinya, kasihan sekali jika kita berhadapan dengan orang yang keras tadi. Di satu sisi, ya, nyakitin sekali, di sisi lain, sungguh kasihan karena ternyata dia lukanya begitu dalam (akumulasi dari masa kecil). Lantas, bagaimanakah? Ya karena kita muslim, kita perlu tengahkan, kembalikan ke titik keseimbangan dong. Tidak terlalu fokus ke rasa sakit yang dilotarkan orang yang keras tadi dan tidak juga terlalu kasihan pada mereka. Karena apa? Kita tuh gak boleh polos-polos amat, jadi mukmin tuh harus cerdas!

Cerminan

ya, Guruku bilang kayak cermin!

Jika misalnya itu orang yang nyindir seorang ibu, itu yang keluar (kata sindirannya) bukanlah sosok si ibu, tapi lukanya ibu itu. Dan yang nyebelin dan nyakitin itu bukanlah si sesebapak, bukan kata-kata kasarnya bapak, tapi lukanya bapak. See?

Sama seperti petani, jika yang ditanam adalah benih jagung, yang tumbuh jelas jagung. Sebab tidak mungkin biji jagung, yang tumbuh semangka. Mustahil!

Pun ketika ada yang mengatakan ke diri kita, "kamu tuh, main hape mulu, gak becus jadi ibu, gak bisa rawat suami dan anak!" artinya apa? ya itu ucapannya dia ke dirinya sendiri.

Apa urusannya menguliti rumah tangga orang lain yang bahkan tidak tidur 24 jam bersama? Bukankah seorang mukmin adalah seorang yang seperti bangunan batu bata, jika ada satu saja yang dibongkar, akan runtuh semua. Jika tidak menggunakan rasa dan hati yang tenang, pasti akan muncul kegaduhan yang bisa saja, disetting untuk gaduh. Bukankah Iblis sangat menyukai kegaduhan rumah tangga seorang mukmin?

Urutan Proses Pulih dalam Al-Qur'an

Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. (Q.S Al-Imran : 159)

Kebayang gak sih, selengkap dan serunut itu Al-Qur'an kita :') ((nangis rasanya pas tadabbur ayat ini))

Sangat jelas disana, Allah mention, hanya orang-orang yang diberi rahmat Allah saja lah yang bisa berlaku lemah lembut :')

Artinya apa?

Jika kita dapati diri kita keras, kasar, beringas, penuh amarah, dendam, sok berkuasa, berarti kita sedang berada jauuuh dari rahmatNya Allah.

Dan kata Allah lagi, ini nih urutan kalau mau dicintai oleh Allah :')

1. memaafkan.

2. mendoakan.

3. bermusyawarah.

4. tawakkal.

Karena Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal. :') makanya, sampai aku jadikan reminder di what'sapp 'about'.


Ya, wamayyatawakkal 'alallahi fahuwa hasbuh :')

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.

Salah satu keperluanku adalah keridhoan dan ketenangan dariNya. Maka, bertawakkal itu penting.

Nah, urutannya pun gak bisa dilompat. Sayangnya, banyak sekali yang kondisinya masih marah, belum memaafkan, belum mendoakan tetapi malah mengajak musyawarah yang ujungnya penuh kezaliman dan angkara murka.

Lalu, inilah langkah-langkahnya jika kita menggunakan Al-Qur'an sebagai panduan.

Pertama, memaafkan.

Termasuk memaafkan diri sendiri. Proses memaafkan ini pun gak mudah ya. Karena perlu menurunkan ego ke dasar laut, alias perlu ngalaaaaaaahhhhhh banget. Dan itu aku mencoba lakukan, memaafkan diri dan sekitarku terlebih dahulu. termasuk ketika anak sedang menguji, kucoba memaafkan dulu, karena apa? Lha, siapa yang tidak mau dimaafkan oleh Allah? masa kita yang cuma seorang hamba aja, gak punya daya dan kendali pada jantung aja, sombong gak mau memaafkan orang? Ya, aku maafkan dong. Dengan syarat tadi, menurunkan ego ke dasar laut! Ya, karena ego ini adalah produk pikiran dan jiwa kita itu bukanlah pikiran, atau manas, kita adalah diri sejati kita yang welas asih.

Kedua, mendoakan.

Saat sepekan sampai dua pekan pasca 14 April itu, setiap hari aku rapalkan doa untuk kebaikan semua, mendoakan semua, sebut namanya semua. Dan kemudian, aku coba ajak musyawarah yang bisa kuajak. 

Ketiga, musyawarah.

Tentunya karena aku perempuan maka ke sesama perempuan dong. Tapi ternyata ditolak, dihindari, bahkan cenderung dipatahkan! Yasudah, mau gimana lagi?

Coba lagi?

Enough. Saatnya, bulan Agustus ini move on pelan-pelan.

Tawakkal.

Hanya pada-Nya saja semua aku serahkan.

Apapun hasilnya, dan apapun yang mereka perbuat. Semua cukup Allah yang Menilai. Kini, aku hanya fokus ke kehidupanku. Mencari sesuap nasi demi masa depan putera-puteri.

ya, Move ON!

Pemulihan hadir Saat Kita Bersyukur




Wah, panjang sekali ya. Menuju ke rasa syukur itu. Tapi memang demikian perjalannya. Pulih itu jika sudah mampu bersyukur.

Bersyukur atas ujian dan luka yang telah dihadapi.

Orang atau siapapun dengan segala kepayahannya, yang membuat kita luka, ternyata itu akibat lukanya sendiri. Luka yang tidak sembuh, semua ditimpa ke kita. Misalnya orang tua kita, sebagai fitrahnya adalah sayangi anak, menyayangi kita. Tetapi karena fitrahnya kalah dengan luka batinnya, maka kalah itu rasa sayangnya. Jadi keras, jadi berkata buruk. Sama seperti kita, mungkin kita sulit menyayangi siapapun yang seharusnya default, sesuai fitrah tapi terhalangi oleh luka batin, fitrah kita ternodai oleh luka. makanya, sosok yang jadi obatku itu anak-anakku! Mereka itu masih sejalan dan lurus dengan fitrah.

Contoh, kakak Syahid. Ketika dia diejek, dibully, dikatakan anak bandel lah, anak yang berdosa lah (walau belum baligh) tapi dia masih mau berteman, mau menyambung tali persaudaraan, tidak melekat. Dan aku pun juga sering bilang ke Syahid, bahwa dia adalah bagian dari perjalanan kesembuhanku. Kenapa? Sebab syarat untuk bisa ke level syukur itu perlu saksi (Syahid- dalam bahasa Arab- artinya saksi alias hadir utuh/ mindful).

Kisah Nabi Ayyub dan Kesabarannya

Ada orang yang bilang, gausah banyak teori, gausah belajar, yang penting sabar. Eh, tapi hobinya nge-gas. Padahal, kalau sabar, gak bakal nge-gas, gak bakal kasar, gak bakal temperamental! Dan kita gabisa sabar kalau kita gak sadar. Dan hanya dengan sabar, kita bisa masuk ke level saksi. Dan puncaknya adalah syukur.

Para Nabi dan Rasul, tiap diuji, apakah bisa langsung ke level syukur. Nope. Semua itu ada urutannya. Nabi Ayyub misal, beliau itu paham, semua ujiannya dari Allah sehingga beliau sadar hanya pada Allah saja menggantungkan harapan. Dan kemudian bersabar. Sehingga bisa menyaksikan satu per satu kesembuhan dan kebaikan dari musibah sehingga mampu bersyukur walau penyakitnya masih menempel di badan, belum Allah angkat kala itu.

Aku sangat percaya dari seratus dua puluhan ribu Nabi dan rasul, hanya 25 yang perlu kita pelajari dan kenali. Kenapa? Karena ujiannya sudah lengkap dan bisa menjadi panduan menjalani hidup!

Kembali ke Nabi Ayyub, dalam surat Al-Anbiya ayat 83 :

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang."

Padahal kita tahu, dibalik story itu, beliau tidak langsung berdoa. Karena beliau malu sebaba nikmat hidup sehatnya dulu, jauh lebih lama daripada ketika diberi cobaan sakit. Namun ada satu hal yang membuat beliau terpaksa mengangkat kedua tangannya (untuk berdoa, dan doa para Nabi itu mustajab ya), yakni tatkala kaumnya menghakimi beliau. 

Nabi Ayyub dianggap berbuat maksiat sehingga kaumnya mengatakan bahwa penyakitnya itu muncul akibat maksiatnya beliau. Dari sana, Nabi Ayyub trenyuh, itu sama seperti seorang manusia menjadi tuhan kecil, yang seolah mampu menentukan bahwa rasa sakitnya itu adalah akibat dosa. Dari sanalah kemudian Nabi Ayyub berdoa. Doanya diabadikan dengan indah, Beliau menyebutkan bahwa Allah itu Maha Penyayang diantara semua Penyayang :')

Apa ibrahnya?
1. Dilarang menduga-duga perbuatan seseorang akibat dosa, lebih baik mengoreksi dirinya sendiri saja, daripada menghakimi orang lain, lebih baik instropeksi diri.
2. Allah itu Maha Rahmaan, maka dilarang berputus asa dari RahmatNya.
3. Berdoa pada Allah dan menggantungkan hidup padaNya saja dan bersabar dengan kesabaran yang mulia. Tidak perlu membalas ucapan buruk dengan ucapan serupa.

Bersyukurlah Maka Pulihlah Diri Kita

Kayaknya klise banget ya kalau mendengar kata syukur. 

Bagaimana sih bersyukur itu? 

Syarat bersyukur ternyata adalah menyaksikan (asy-syahiid) dengan apa yang kita syukuri.

Kita gak bakal bisa bersyukur jika tidak menyaksikan. Misalnya saat sakit, kita menyaksikan rasa sakit itu, maka ada upaya perenungan bahwa ternyata sehat itu mahal. Sehingga, untuk menjadi orang yang sehat, perlu : paham dulu, sadar dulu, sabar, kemudian saksi dan puncaknya, syukur. Ya, maka jalannya berliku-liku untuk bisa bersyukur.

Termasuk kenapa aku jadi gemar belajar dan semakin kalap ikut berbagai kelas akhir-akhir ini, bukan untuk pelarian, bukan. Tapiiii aku yakiiin, bahwa jika Allah menghendaki ilmu pada seseorang, jika Allah memandang orang itu mampu mengemban ilmu itu, pasti Allah kasih itu. Prinsipnya, jika kita butuh pasti Allah kasih mampu  :') jadi, saat kita belajar hari ini, artinya itu Allah minta kita belajar karena mampu, bukan malah meminta orang lain untuk belajar dan berubah. tapi, belajarlah untuk diri, berubah karena Allah dan jangan meminta orang lain berubah. Kenapa? Karena Allah tuh cuma ngasih sesuatu kalau Allah melihat kita punya kapasitas itu. Kalau misal ada orang yang suka nyakitin orang lain tapi gak mau berubah, gak mau healing or memulihkan dirinya, ya itu udah jadi keputusan Allah. Bisa jadi memang demikian disettingnya oleh Allah. Bukankah Allah sudah mention di Al-Qur'an bahwa ada sebagian manusia itu emang jadi penguji untuk sebagian yang lain?

Maka, tenang, ada Allah.

Luka adalah Berkah

Luka adalah sebuah berkah - ada kulit keras yang akan membawa kulit baru - yang nanti jadinya lebih lembut dan indah. Maka, orang yang terluka (saat sifat kerasnya terkelupas), ia akan menjadi pribadi yang lembut, yang indah. Tapiii akan jadi indah jika melakukannya dengan gentle, kelembutan. Kalau masih keras, gimana? Ya, gapapaaaa, karena proses pemulihan belum selesai, karena Allah yang membiarkan tetap di sana karena nanti ada waktunya. :') Trust Him.

Maka, tatakala orang yang melukai itu gak berubah, slow aja. Gak perlu meminta respons lagiii. Lelah hatiiiii iniiiii.

Tetapi cek hati, respon diri sendiri :') saksikan hati diri sendiri, respon diri sendiri. Sampai mana hari ini?

Kalau masih pekat. rasanya nyesek, sedih, kecewa, patah, gimana?
Gapapa. Tak akan lama kok, dunia cuma sementara, dan ingatlah : kita tidak akan tahu keindahan cahaya, sebelum kita tahu rasanya kegelapan. :')

Kita punya timeline sendiri, gak perlu ngikutin timeline oranglain


Ya, kalau masih sakit, gapapa, sakitnya kita rasa dulu aja, gak perlu terburu-buru. Karena kita tahu, Allah pasti akan memberikan sembuh, pulih dari luka itu, di waktu yang utuh. Waktu saat kita sudah menjadi pribadi yang tak lagi rapuh. Seperti kupu-kupu. Mungkin, kita saat ini masih dianggap buruk kayak kepompong yang cuma bisa berdiam gak keluar dari rumahnya, masih mendekam gak mau menampakkan dirinya. Tapi, kalau waktunya tepat, tidak digegas, insyaAllah kita akan jadi kupu-kupu yang indah dan bersiap tinggal di tempat yang harum mewangi penuh mekarnya bunga-bunga. Yakinlah!



Comments

Popular posts from this blog

Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi

Mendidik Anak Usia 7-9 Tahun

Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun