Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi
Hari ini saya mengikuti webinar series (setiap hari Selasa pukul 13.00-15.00 WIB) yang diselenggarakan oleh Komunitas IDEA (Ambu Fetry dan Pak Edo).
Sesi Mukaddimah
Rasa syukur itu perlu diwujudkan dengan cara terus belajar agar hidup selaras dengan Al-Qur’an.
Kita sebagai orangtua, perlu berdamai dengan tantangan-tantangan yang ada, dan juga sebenarnya perlu, bisa menikmati tantangan-tantangan yang ada.
Pertemuan kali ini sebenarnya terdiri dari 8 bab di mukaddimah (jika disampaikan bisa menjadi 4 kali pertemuan) dan ditambah bab pendidikan anak 1-3 tahun (biasanya memakan 3x pertemuan). Artinya apa? ->> 7x pertemuan diperas menjadi 1 jam hari ini :’) dan belum sampai bab 1-3 tahun. Ini purely mukadimah hari ini.
((Artinya apa? Yukk, mari kita ngebut pemirsa~))
Dua Pedoman Utama yang Perlu Diingat Dalam Mendidik Anak
1. Bersumber dari Al-Qur'an (Q.S At-Tahrim : 6 )
Tolong diulang-ulang setiap memasuki webinar parenting ayat 6 surat At-Tahrim tersebut.
Jaga dirimu dari api neraka -> api neraka amat sangat mengerikan -> bahan bakarnya manusia dan batu-batuan-> dijaga malaikat yang keras dan kasar, gakbisa disogok, disuap-> paham?-> jika iya >> pasti ini akan memotivasi kita untuk semangat menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka.
Dari para ulama memaknai ayat enam tersebut :
Hasan Al-Basri -> melarang dan menyuruh mereka, ajari halal dan haram, jauhkan dari maksiat dan dosa serta pelajari aturan-aturan agama. Why? Karena >> Pendidikan tidak terlepas dari perintah dan larangan -> gak perlu diprosentasekan berapa-berapanya ya-> intinya -> kalau berat itu larangan-> larangan lebih berat dari perintah. Bisa kita ukur (personalized, pakai rasa). Aktifkan perangkat jiwa untuk mendidik anak-anak kita.
Masalah hari ini -> ortu tidak tahu mana baik dan buruk, anak juga bingung. Maka siapkan perangkat itu. Mendidik itu ada pernagkat untuk anak bisa siap menerima halal dan haram dst.
Qatadah -> suruh mereka taat pada Allah -> jangan fokus hanya ke item2 ketaatan, tapi juga siapkan cara agar anak bisa taat.
Tidak semua yang sekolah itu terdidik.
As-Samarqandi -> ajari mereka perkara yang bisa menyelamatkan mereka dari api neraka.
Al-Baidhawi -> memberi nasihat dan membuatnya beradab.
Menasihati itu gampang, yang susah adalah tidak ada perangkatnya. Mengaktifkan perangkat/menyalakan perangkat, itulah pendidikan.
Az-Zamakhsyari -> jaga solatmu, puasamu, zakatmu, orang2 miskin di sekitarmu, dan tetanggamu.
2. Bersumber dari Hadist
"Tidak ada pemberian orang tua kepada anak yang lebih utama dibanding adab yang baik."
(H.R Tirmidzi)
Indikator kebaikan kesuksesan terbesar orangtua kepada anak adalah ada pada adab yang diajarkan dan ditinggalkan.
Delapan Pengantar Penting dalam Pendidikan Anak
Delapan Pengantar Penting dalam Pendidikan Anak ini tolong dibawa sampai pertemuan akhir.
1. Pendidikan Anak itu Wajib
- Ingat hukumnya wajib ya, wajib artinya mendapat pahala.
- Memperhatikan anak jauh lebih utama, wajib, dibandingkan mengerjakan perkara-perkara mubah.
- Didalam rumah itu ada aturan-aturan yang perlu ditegakkan.
Pemandangan paling buruk -> keluarga yang tidak punya aturan. Alasan demokrasi, dah jelas sudah merusak negara, ntar jadi merusak rumah tangga. Jangan diberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya.
INGAT : Orangtua yang mengabaikan anaknya dari perkara-perkara yang bermanfaat untuk hidupnya, itulah seburuk-buruknya orangtua. Kenapa? Karena hal ini mereduksi fungsi pendidikan dalam rumah tangga-> orangtua tidak boleh atur anak-anak.
Well. Sekolah ada dimana-mana, tapi ketika tidak ada aktivitas pendidikan didalam rumah, maka hakikatnya tidak ada pendidikan di muka bumi. Pendidikan inilah kewajiban keluarga, tidak pernah berpindah dari orangtua ke sekolah, karena tetap tanggung jawab orangtua, kelak yang dihisab oleh Allah di yaumil qiyamah. Wajib artinya tidak bisa diwakilkan. Seperti sholat.
2. Pendidikan Anak adalah Keterampilan yang Musti Dipelajari
Pendidikan bukan sesuatu yang otomatis bisa, karena perlu belajar. Maka harus dipelajari (skills, keterampilan), kalau kita tidak belajar, kita tidak bisa. Berbeda dengan makan, minum, sudah biasa bisa. Mendidik anak itu keterampilan yang musti dipelajari.
Ya, memang ada wawasan, pengetahuan. Namun semua itu lebih kuat dan bisa lebih percaya kekuatan pendidikan.
3. Pendidikan Anak itu Membutuhkan Waktu yang Panjang, waktu yang lama, tidak instan.
Tanaman aja butuh proses panjang, apalagi manusia -> karena tingkat kerumitannya lebih rumit daripada tanaman. Harapannya seperti para Nabi yang dipotret dalam Al-Qur'an.
Pendidikan para Nabi -> karena yang dijadikan object pendidikan oleh Allah adalah para Nabi. Idealnya jadi Nabi (kualitasnya ya, bukan jabatannya, kalau jabatan udah tutup di Nabi Muhammad).
Maka, Jadikan contoh dari para Nabi dalam pendidikan. Bukan sekadar jadi pebisnis, insinyur, ustadz, ahli abc, tapi jadi Nabi :’) secara kualitas. Rasululah dididik oleh Allah 40 tahun :’) semoga Allah beri usia panjang untuk bisa menyaksikan anak kita di usia 40 tahun. Bahkan saat anak menikah pun, masih ada kewajiban.
4. Pendidikan Anak itu Memerlukan Pertolongan Allah.
Robbi habli minash sholihiin (surat Ash-Shaffat), Nabi Ibrohim saja berdoa sedemikian rupa padahal ayah yang ideal dan sempurna :’)
Nabi Ibrahim meminta qurrota 'ayun -> menyejukkan pandangan mata -> artinya apa? -> akumulasi dari segala bentuk kesuksesan. Tolong yang hari ini doanya masih biasa saja, tolong mulai hari ini hadirkan rasa butuh Allah saat membaca doa. Segala teori yang kita pelajari tidak memiliki manfaat apa-apa jika tanpa pertolongan Allah… :’)
Seperti bertanam, kita seperti petani (ingat tugas petani, yang menumbuhkan itu Allah) :’) kuatkan hubungan kita dengan Allah. Ingat saat membaca dan menyimak Ibnu Katsir dalam menafsirkan surat Al-Kahfi > ibnu katsir > beliau berkata -> setiap kali melihat anakku, aku selalu melihat solat 2 rakaat, meminta pada Allah supaya anaknya dijadikan anak yang soleh.
5. Pendidikan Anak itu Dimulai dari Memilih Pasangan.
Mendidik anak dimulai sejak zaman ta’aruf. Anak akan sama seperti pohonnya, pilih yang akarnya baik. Family Constelation is real ! Sudah ada penelitiannya btw, para ahli DNA, dokter, semua sudah clear terkait hal ini. Be Wise.
6. Jika Ingin Mendidik Anak, Maka kamu harus berubah.
Kalau enggak mau berubah, jangan mendidik anak. Kalau kamu egois, ya buat apa punya anak? Kalau kamu egois, buat apa kamu menikah? kalau sudah menikah, artinya sudah siap berbagi, siap memberi, siap untuk tidak egois. Sudah punya anak, artinya sudah siap untuk tidak egois. Saat menyambut buah hati, kamu perlu berubah menjadi lebih baik, karena kau sudah menjadi ayah/ibu.
7. Pendidikan Anak itu Dipengaruhi oleh Nafkah (halal/haram)
Ya, nafkah sangat mempengaruhi. Q.S Al-Baqarah ; 233).
Ismail Al-Bukhari (bapaknya Imam Bukhari) -> Bukhari punya saudara perempuan. saat sakaratul maut, saudarinya Bukhari ini nangis sesenggukan-> Beliau bicara terkait nafkah, bahwa beliau menjamin puterinya tidak pernah memasukkan harta haram sesuap pun -> bisa dilihat -> berkahnya jadi Bukhari ulama besar.
8. Pendidikan itu Bersandar pada Proses, Bukan pada Fitrah.
Wow, wow, wow, kageeet kann. Ya, mari kita simak ya maknanya apa?
This :
Anak punya fitrah baik, tauhid, tapi kalau dibiarkan dan tidak dididik, maka anak tidak menjamin menjadi anak yang sesuai fitrah, nanti fitrahya malah tertutup -> see?
Manusia dalam Al-Qur'an pun dianalogikan sampai seperti ternak, kera, dst. Artinya -> fitrahnya sudah berubah (sudah bukan lagi menjadi fitrah manusia, berubah menjadi tabiat hewani). Sebabnya -> fitrah itu bisa tergantikan.
Maka pendidikan itu proses.
Masalah pendidikan hari ini adalah masalah kemanusiaan, artinya -> mengembalikan manusia yang fitrahnya sudah tertutup, be like ->> manusia yang kayak robot, yang buas, yang rakus-> maka merawat fitrah itu butuh proses yang baik terjaga, menjaga -> kalau tidak dirawat akan tertutup.
Clear ya -> Maka sandarannya adalah proses.
Pendidikan itu berhasil tatkala -> ngerti apa yang dibutuhkan anak >> ngerti waktu-waktunya >> sehingga kita bisa memberi dan melatih anak dengan wawasan tsb. dst. --> dari ketiga inilah >> nanti berubah jadi karakter. Maka, fokus di proses, bukan fitrahnya.
Hal ini -> Mirip seperti tanaman -> yang kadang kayak gak muncul, kayak gak tumbuh padahal masih berproses.
Pendidikan adalah proses dan Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan orang yang berbuat baik. Ibarat pohon rotan, bertahun-tahun kayak seolah tidak tumbuh sama sekali. Rotan (ada pertumbuhan, tapi kedalam -> pengakaran). Tumbuh berpuluh-puluh meter dalam waktu singkat tapi untuk menumbuhkan akar perlu waktu panjang.
Mengapa 3 tahun?
Idealnya penanaman nilai-nilai pendidikan pada anak sampai menjadi akhlak membutuhkan waktu 3 tahun.
Hadits riwayat Abu Dawud yang berbunyi: "Perintahkan anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka meninggalkan shalat ketika mereka berumur sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka"
Berdasarkan hadist perintah mendidik anak untuk shalat (usia 10 tahun ke 7 tahun) itulah proses membentuk kebiasaan dan kebiasaan membentuk akhlak ->> artinya apa? -> sudah jadi perilaku, bukan teori lagi. Butuh 3 tahun.
Overview 1-24 tahun (dari Anak Lahir hingga Anak siap dengan kematian).
Orang atau manusia pada umumnya di usia 24 tahun tuh ritmenya ya -> mulai melek kerja, ngejar-ngejar dunia. Terus ntar pensiun, katakanlah usia 60 tahun -> barulah mereka siap mati (betapa lama banget yaa?)
Padahal ->> Kalau sudah paham dan siap hadapi kematian -> sudah paham kehidupan -> dan kalau seseorang selalu ingat mati-> jadi kerjanya lebih optimal, memaksimalkan kebaikan. Dengan mengingat kematian akan membuat orang luar biasa :’)
Seperti mentalitas di medan tempur : tentara yang cinta mati vs tentara cinta hidup jelas berbeda ya (inget tentara I s rael vs Palestine).
—
Sesi Q & A
1. Ortu sudah sepuh bagaimana jika semakin jauh dari kebaikan?
Jawaban Ustadz Herfi:
agak panjang tapi intinya adalah : penuhi semua kebutuhan materi dan psikisnya, minta doa minta surga :’)
2. Bagaimana cara memasukkan nasihat, menerima nasihat?
Jawaban ustadz Herfi :
Imam Al-Ghazali dalam buku berjudul ‘wahai anakku’ -buku bagus ini yuk baca/cari- beliau menuliskan :
... memberi nasihat itu gampang, tapi menerimanya itu yang susah...
Yang menjadi masalah mendasar adalah bahwasannya anak yang masih mengikuti hawa nafsunya, akan merasa nasihat semanis apapun akan terasa pahit. Why? Karena :
Masih besar egonya (dari sisi psikologi), mengikuti hawa nafsunya (sisi tasawuf).
Hal yang fundamental dalam pendidikan adalah melatih anak untuk mengendalikan hawa nafsu. Dan itu sejak usia dini. Misalnya : Kasusnya ngompol :D Sederhana ya tapi itu bisa jadi materi untuk melatih anak mengendalikan hawa nafsunya.
Mengendalikan hawa nafsu ini hal fundamental dalam pendidikan- sejak dini- kalau kamu tidak melatih hawa nafsunya anak, seolah-olah sedang tidak mendidik anak.
Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai aktifitas sejak dini- nenen, ngompol, tidur. Sekali lagi, masalah nasihat tidak masuk, karena tidak kita melatih hawa nafsunya. Seperti makanan yang terasa pahit padahal manis di tubuh orang yang sakit.
Jangan terjebak dengan ungkapan 'orangtua berteman dengan anak' alias ‘selevel’ bisa berteman, tetap hubungan anak dan ortu itu atas dan bawah, tidak pernah selevel.
Ingat kisah Nabi Nuh dengan Kan’an. Nabi Nuh diatas kapal. Kan’an udah dewasa banget, udah punya anak-istri, beliau masih bilang, "yaa bunayya .."(Nabi Nuh tetap memposisikan diri sebagai orang tua).
Jangan terjebak dengan nasihat dan quotes indah, selevel itu enggak akan mengalir, perlu tinggi ke rendah untuk memberi nasihat (ingat aliran air). Anak harus punya kesadaran bahwa dia dan ortu itu bawah dan atas. Wajib mendengarkan nasihat orangtua.
3. Menyelaraskan visi misi dengan suami bagaimana? Karena banyakan ibu-ibu yang belajar.
Jawaban Ustadz Herfi :
Perlu belajar bareng, kalau tidak demikian pasti akan ada gap yang berbeda, pengetahuan dan wawasan, serperti jurang ini akan menjadikan split personality pada anak. Korbannya anak yang bingung.
Balik ke poin 2, 6 & 8. Enggak ada ujug2, perlu proses, skill yang perlu dipelajari. Fardhu ‘ain tidak bisa diwakilkan-> tidak bisa cuma ibunya aja. Seperti sholat, tidak punya ilmunya tidak bisa tuma’ninah (minimal) dan bisa khusyu’ (maksimal).
Punya anak artinya = siap untuk berubah.
4. Bagaimana Cara Menasihati ortu yang sudah sepuh?
Jawaban Ustadz Herfi :
Yang paling fundamental -> membersamai (baik secara fisik -bisa ke rumahnya atau by call) -> kalau orang sudah sepuh-> dekati, bersamai secara fisik, secara ma’ruf -> nanti akan ada hal yang gampang nyambung -> ada chemistry -> nasihat bisa ngalir dengan mudah. Menasihati oke tapi tetap bangun kebersamaan. Obrolan yang disukai orangtua sebelum masuk kedalam tema-tema nasihat. Karena dulu kita juga selalu ngobrol hal-hal kecil dan orangtua juga mau mendengarkan kita.
Wallahu'alam.

Comments
Post a Comment