Syiar Cinta : Catatan Half Deen Series


 


Catatan ini ditulis oleh seorang teman, semoga menjadi jariyah untuknya, @syifadymis.

Rumah tangga, keluarga

Setiap kita punya persepsi rumah tangga sempurna dan ideal menurut kita. Di antaranya, berdasarkan data, keluarga yang terlihat kompak, berhasil, harmonis. Padahal, di belakang scene berbeda, sibuk masing2. Data lain menyatakan, keluarga ideal adalah yang sering bersama. Apakah seperti itu identitas keluarga yang sempurna? 

Keluarga besar sering membahas warisan yang akan diberikan ke generasi selanjutnya. Padahal berdasarkan fakta, generasi kedua menghancurkan hasil warisan dari generasi pertama, yang berhasil hanya 30%. 


Apa profil keluarga impian dan ideal? 


Kita harus kembali ke pencipta kita. Bukankah pencipta Kita lebih tau dan mengerti tentang kita? QS Ali Imran:33 sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim… 


Kalo kita bicara tentang keluarga, kita ga boleh melupakan keluarga Nabi Ibrahim karena itu keluarga yang paling sempurna. 


QS An Nisa:125 : siapa yang terbaik agamanya dibanding orang yang menyerahkan dirinya ke Allah, dan ia mengikuti jalan Ibrahim yang lurus. Jika mau jadi yang terbaik, ikuti jalan Nabi Ibrahim dalam membangun keluarga. Ketika mau jadi ayah yang terbaik, maka ikuti konsep dan metode Nabi Ibrahim. Jika mau jadi anak yang terbaik, suami terbaik, ikuti konsep dan metode Nabi Ibrahim. Jika mau jadi istri terbaik, ikutilah konsep Sarah dah Hajar. 


Seperti apa dan sehebat apa keharmonisan keluarga Ibrahim? 

Apa metode beliau dalam berkeluarga? 


Bagian 1: Ketika Harus Memilih 


Sejak kecil, Ibrahim melihat sesuatu berbeda daripada yang lain, mencari keberadaan Tuhan. Yang menbuat hatinya berat, adalah ayahnya sendiri. Seorang penyembah berhala, pemahat patung. Seorang yang sangat ia cintai, Ibrahim dengan penuh kelembutan mendekati ayahnya. Ya abati… ada cinta dalam panggilannya. 


“Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat menolongmu sedikitpun” QS Maryam 43-44. Balasan yang diterima Ibrahim adalah hantaman melebihi pukulan. 

“Apa engkau membenci tuhanku wahai Ibrahim?” QS Maryam 46. Seperti pedang yang menusuk ke dalam dada. 


Ditelantarkan seorang ayah adalah luka, apalagi diusir dan diancam membunuh. Namun ia tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Ibrahim mendoakan ayahnya QS Maryam 47, aku akan selalu setia dan ga akan menyakitimu dan akan senantiasa mendoakan engkau, sesungguhnya Allah sangat baik padaku. QS Maryam 48, kemudian Ibrahim pergi meninggalkan ayahnya. Ia sangat mencintai ayahnya. Diusir, diancam bunuh, bahkan menjadi salah satu eksekutor ketika Ibrahim dilemparkan ke api. Namun ia tau, cinta kepada Allah harus lebih besar daripada cinta ke makhluk. 


Ibrahim memegang harapan. Suatu hari nanti, mungkin ayahnya akan mengerti, suatu saat ayahnya akan menerima cintanya yang tertolak. Setiap Ibrahim berdoa, selalu ada doa khusus yang ia bisikkan paling dalam, doa untuk ayahnya. Bahkan saat membangun kabah dengan Ismail, 80 tahun berlalu, ia berdoa ya Allah maafkanlah aku dan kedua orangtuaku. 


Mungkin di antara kita ada yang kecewa dengan orangtua khususnya ayah, karena kesalahannya berulang. Beliau gak ada waktu untuk kita, terlalu kasar bagi kita. Namun, kedzaliman yang kita rasakan, tidak separah Nabi Ibrahim. Maafkanlah ayahmu. Balaslah pengkhianatan dengan kesetiaan. Lisan hanya digunakan yang baik untuk beliau, doakan beliau, sebagaimana Ibrahim mendoakan ayahnya. Banyak orang di luar sana, mau mendoakan ayahnya, tapi mereka tidak bisa, karena Allah melarangnya. 

QS Maryam 41-48 


Bagian 2: Perpisahan di sebuah Lembah 


Beliau menikah, dan ada dinamika di rumah tangganya. Yang mengharuskan ia berangkat dengan Hajar dan Ismail, bayi mungil mereka, dari Syam ke Bakkah sejauh 2.279 km.


Tidak ada pohon, air, yang ada hanya hamparan batu dan pasir. Dengan hati berat, Ibrahim meletakkan mereka di Bakkah. Meninggalkan hanya air dan kurma. Tanpa berkata, Ibrahim membalikkan tubuhnya, menjauhi Hajar dan Ismail. Tanpa bicara, peluk, tatapan. Hajar bertanya, "apakah engkau hendak meninggalkan kita?"


Tapi tidak ada respon. Hajar mengulangi pertanyaannya, "apakah engkau benar benar akan meninggalkan kami di lembah tanpa kehidupan ini?"


Tidak ada jawaban. Ibrahim terus melangkah. Sampai pada akhirnya, Hajar bertanya dengan air mata mengalir, “suamiku, apakah ini perintah dari Allah?” 

Pertanyaan yang membuat Ibrahim berhenti sejenak, dan menjawab “na’am”.


Hajar menyeka air matanya dan berkata “kalau itu perintah Allah,maka Allah tidak akan menyia-nyiakan kita” Hajar berbalik arah dan kembali ke Ismail. Ibrahim terus melangkah dengan menangis. Meninggalkan istri dan anak di lembah tanpa air dan makanan. 


Di sebuah tanah tinggi, Ibrahim menoleh ke belakang, mengangkat tangan ke atas langit dan berdoa. QS Ibrahim 37-38. Yang disembunyikan: kesedihan, yang ditampakkan: tangisan. Beliau menangis. Beliau tidak menangis ketika dilemparkan ke kobaran api, beliau dengan hebatnya mengatakan cukuplah Allah sebagai penolongku, tidak ada air mata di hadapan kematian, di hadapan kobaran api. Namun, pada saat beliau harus meninggalkan istri dan anak beliau, beliau menangis. Bukan karena lemahnya iman, namun karena beratnya cinta seorang ayah. Dan cinta itu harus tunduk penuh kepada perintah Allah. 


Beliau adalah seorang pencinta terbaik, seorang pencinta tidak akan meninggalkan orang yang ia cintai. Pencinta akan menderita ketika dia harus diam, dan melihat sosok-sosok yang ia cintai tersiksa. Beliau seorang ayah, memiliki konsep sebagai seorang ayah. 


Ini bukan hanya perintah meninggalkan istri dan anak di lembah yang tidak ada kehidupan. Ini lebih pelik. Lebih berat. Karena perintah Allah ini berkaitan dengan masa kecil Ibrahim. Beliau diusir oleh ayahnya. Hidup sendiri dan berjauhan dari ayah yang ia cintai. Sekarang ia diperintah Allah untuk meninggalkan anaknya. Bukankah benang merahnya sama? 


Ketika seorang anak mendapatkan kedzaliman dari ayahnya, secara umum ada 2 kemungkinan yang terjadi dengan dirinya di masa depan :

  1. Mental illness. Akan menjadi sebagaimana ayahnya dulu. Ketika ia dipukul, ia akan memukul anaknya. Melakukan persis seperti yang dulu ayahnya lakukan pada dirinya. 
  2. Sang anak menjadikan masa lalunya sebagai trauma positif. Akan menjadi ayah yang berbeda. Anakku ga boleh merasakan apa yang aku rasakan. Karena ia tau bagaimana pahitnya ia dulu. 


Nabi Ibrahim tipikal yang kedua. Namun sekarang, setelah beliau memegang prinsip tersebut selama 60 tahun, ia harus menelan ludahnya sendiri. Meninggalkan anaknya. Semata-mata hanya karena Allah. Allah itu Al-Lathief, ujiannya mind blowing. Diadu dengan masa kecilnya dulu. Bisakah Ibrahim melaluinya? 


Bagaimana dengan sang istri? 


Hajar kembali ke Ismail, disusui, sampai susunya habis dan perbekalan habis. Ismail menangis. Hati seorang ibu mana yang tidak perih ketika anaknya nangis kehausan? Ismail hanya butuh air, dan air tidak ada. Hajar berjuang. Melihat bukit mana yang paling dekat didaki, naik ke bukit Shafa. Apakah ada air? Nihil. 


Kemudian berlari ke bukit Marwah. Kenapa Hajar berlari pada saat itu? Mentalitas seorang ibu. Karena itu dasar lembah, ketika ada di dasar lembah, beliau tidak bisa memonitor Ismail yang ada di dekat Kabah. Beliau mencari air sekaligus memonitor Ismail. Khawatir kalau ada bahaya yang mendekati Ismail. Kenapa Shafa Marwah? Kenapa gak ke bukit lain? Mentalitas seorang ibu. Radius paling maksimum hanya Shafa Marwah, agar tetap bisa menjaga Ismail. 


Tiba-tiba ada suara. Sendirian di sebuah lembah, tiba tiba ada suara. Pemilik suara itu adalah Malaikat Jibril. Malaikat Jibril membenturkan belakang kakinya ke lembah, dan keluarlah air. 

QS Ibrahim 37. 


Bagian 3: Sang Kekasih 


3 pelajaran kehidupan :


1. Dua cerita di atas mengajarkan bahwa rumah tangga dan keluarga bukanlah kehidupan yang sempurna. Rumah tangga dan keluarga terbaik bukan yang tidak punya masalah, yang gak punya konflik, yang ga punya rasa kecewa dan tidak ada dinamika di dalamnya. Allah berfirman, siapa lagi yang lebih baik daripada yang mengikuti Ibrahim? Keluarga Ibrahim penuh dinamika. Ada konflik antara Ibrahim dan ayahnya, ada drama antara Ibrahim dengan istri, dengan anak. Rumah tangga dan keluarga bukanlah kehidupan sempurna, bahkan sebaliknya. Rumah tangga dan keluarga adalah komitmen terberat, sulit. 


Penyebab kegagalan rumah tangga adalah karena pemahaman yang keliru dalam berkeluarga. Ia pikir, keluarga yang sakinah mawadah warahmah adalah yang steril dari masalah, maka ketika ada masalah, ia kecewa, terpukul, terpuruk. 


Mengapa kita kecewa? Marah? Terpukul dalam rumah tangga dan keluarga kita? 

Banyak orang berpikir bahwa kekecewaan itu ketika kita disakiti. Ini keliru. Kekecewaan tidak ada hubungannya dengan disakiti. Kekecewaan bukan tentang disakiti. Kekecewaan berkaitan dengan harapan dan ekspektasi. Begitu ekspektasi kita tidak terpenuhi, maka kita akan kecewa.


Seringkali yang melukai hati kita bukan istri kita, bukan ego suami kita, bukan anak yang belum patuh, yang buat kita hancur: ekspektasi kita keliru. Ekspektasi kita khayalan. 


Ketika konflik dengan orangtua, jangan berkecil hati, Nabi Ibrahim pun punya konflik dengan ayahnya. Kita hancur bukan karena disakiti, tapi karena salah dalam menentukan harapan.


Sadari bahwa rumah tangga adalah kerumitan dalam kehidupan, wajar jika terpukul. Yang tidak wajar ketika kita menyerah, ketika kita tidak bangkit. 


2. Kunci keberhasilan Ibrahim adalah karena beliau kekasih Allah. Cinta beliau kepada keluarganya berada di bawah cintanya ke Allah. Ini ujian cinta. Itulah rumah tangga dan keluarga. Apakah ini cinta personal atau cinta kepada Allah? Jika kita mau memprediksi ujian apa yang akan kita hadapi di depan? Tanya ke diri sendiri, siapa yang paling kita cintai? Maka ujian akan masuk ke situ. Kenapa Ibrahim diuji dengan ayahnya? Karena ayahnya yang paling ia cintai. Dalam kondisi apapun, Ibrahim tetap memanggil ayahnya Ya Abati… wahai ayahku tersayang.


3. Nabi Ibrahim punya kemampuan membaca, memahami, dan merasakan setiap anugerah dan nikmat yang Allah berikan, termasuk di saat-saat sulit. Kenapa ketika ayahnya mengancam akan membunuh Ibrahim, Ibrahim masih mencintainya? 

Kita hanya di level “bersama kesulitan ada banyak kemudahan” sedangkan Ibrahim sudah ada di level “menikmati nikmat hidayah”. 

Ketika kita punya masalah, dan kita masih bisa sholat subuh, apakah itu dianggap sebagai suatu nikmat? Seringkali malah sholat kita rusak kekhusyukannya karena masalah yang dihadapi. Yang membuat kita hancur adalah kufur nikmat. Introspeksi diri. 


Kehebatan Nabi Ibrahim yang pertama adalah bisa menikmati hidayah. 

Kedua, Ibrahim adalah pencinta. Beliau sangat paham love language Allah. Allah punya bahasa cinta. Yang buat kita berantakan, kita ga paham bahasa itu. Ketika Hajar ditinggal, lihat twistnya. Yang awalnya panik, ngejar, langsung berubah jadi tenang, tabah, berhenti. Yang membuat Hajar berubah adalah pertanyaannya, apakah ini perintah Allah? Ketika jawabannya, ya, Hajar mengerti bahasa cinta Allah. Allah kalo mencintai seseorang, Allah akan uji orang tersebut. Hajar paham bahwa perintah ini adalah cintaNya Allah. Jangankan Allah, pasangan kita, jika kita tidak paham love languagenya, akan masalah. 


Bagian 4: Syiar Cinta 


Ibadah yang begitu indah, tidak bisa diungkapkan dengan kata. Ibadah yang merupakan syiar cinta. Ibadah ini adalah wujud bagaimana Nabi Ibrahim dan keluarganya menjalani hidup. Ibadah itu adalah ibadah haji. Tidak ada warisan yang lebih besar daripada ibadah haji. Yang merintisnya bukan sebuah peradaban atau negara, tapi sebuah keluarga yang bernama keluarga Nabi Ibrahim. Ibadah haji adalah perjalanan pencinta. Ibadah cinta. Hidup Cuma sekali, jangan sampe kita ga pernah merasakan doa di Arafah. Sebaik-baik doa adalah berdoa di Arafah.  QS Al Kahfi 110. 


Bagian 5: Perjalanan pulang 


Malaikat pencabut nyawa mendatangi Nabi Ibrahim. Malaikat berdiri di hadapannya, bertutur “wahai kekasih Allah, aku datang untuk mencabut ruh mu” 


Maka Nabi Ibrahim mengangkat wajahnya, tersimpan kerinduan di balik ketenangannya itu, beliau bertanya “wahai malaikat maut, apakah engkau pernah melihat ada kekasih yang tega mencabut ruh kekasihnya sendiri?” 


Malaikat maut pun terdiam tidak tahu harus menjawab apa. Maka malaikat maut kembali kepada Allah tanpa menjalakan misinya tersebut. Malaikat menyampaikan hal tersebut kepada Allah. Allah menjawab, “wahai malaikatKu, kembalilah ke Ibrahim, dan tanya kepada Ibrahim, apakah engkau pernah melihat ada kekasih yang tidak mau bertemu dengan kekasihnya?” 


Maka malaikat  maut kembali ke Ibrahim, menyampaikan pesan Allah. Kemudian Ibrahim menangis, ia mengucapkan “kalau begitu, cabutlah ruhku sekarang juga” kemudian kekasih Allah pun wafat dengan cara yang indah. Karena beliau tau ini bukan perpisahan. Ini pertemuan yang dinanti. Ini obat rindu yang sejati. Pertemuan dengan Rabb yang begitu ia cintai sehingga ia harus berpolemik dengan ayahnya, meninggalkan istri dan anaknya. Saatnya kembali dan bertemu denganNya. 


Kematian memang mengerikan, tapi ada satu makna yang tidak bisa dilepaskan dari kematian. Kematian adalah satu satunya cara untuk bisa bertemu dengan Allah.


Comments

Popular posts from this blog

Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi

Mendidik Anak Usia 7-9 Tahun

Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun