Mengatasi Kebencian
Di grup private class QERM (aku mengikuti kelas privat beliau dari bulan Desember, satu Grup berisi lebih dari 100 orang), ustadz Nadhif sangat bijak, atas izin Allah, dalam menjawab setiap pertanyaan yang cukup pelik bisa beliau urai runut dengan jelas. Aku mengikuti kelas ini, rekomendasi dari seorang kakak, sahabat, sekaligus teman curhat yang paling aku percaya. Semoga Allah senantiasa menjaganya dan membalas semua kebaikannya. Allohumma Baarik...
Kembali ke QERM private class. Semua jawaban Ustadz Nadhif merujuk pada dalil, Al-Qur'an dan Hadist. Jadi, semuanya bisa terselesaikan dengan menggunakan hukum Islam :) inilah pentingnya kita perlu bertanya pada ahli ilmu dan ahli hikmah. Ahli ilmu yang bijak memandang setiap permasalahan dan meletakkan hukum secara tepat.
Teman-teman, coba ikuti kelasnya, Insya Allah setiap permasalahan dijawab oleh beliau menggunakan dalil, hukum fiqh, Aqidah dan kombinasi tasawuf. Hal ini jarang aku temui jika kita cuma bermodal gratisan, Googling atau AI. Dan selalu ada kajian subuh sepekan 2x via zoom juga, untuk penguatan mental dan spiritual.
Misalnya pada waktu kajian subuh membahas tentang apresiasi, disana lengkap sekali diuraikan secara menyeluruh/holistik.
Alhamdulillah 'alaa kulli haal...
Btw, ini hanya sebagian kecil saja ya, tidak semua pertanyaan aku share kesini. Kenapa? Supaya tidak terlalu panjang isi blognya. Di luar sesi Q&A, ada 2 kali materi yang aslinya sudah cukup menjawab pertanyaan karena dipraktekkan sekalian pas sesi. Namun akan lebih deep lagi jika mengikuti rutin kajian subuh, serta mencatatnya. Alhamdulillahnya... Catatan kajian subuh, ada didalam grup (teman yang rajin mencatat biasanya membagikan pasca kajian).
Berikut ini secuplik pertanyaan dari beberapa teman dalam grup yang aku rangkum. Menjadi reminder dan siapa tau, ada pembaca blog aku yang mengalami hal serupa dengan pertanyaan teman-temanku tsb.
Terkait Hak (Kasus : orang-orang berhutang tapi sulit ditagih & bayar, bagaimana menyikapinya?)
Jawaban Ustadz:
Ada orang yang jiwanya lapang dengan haknya diberikan. Semakin tidak terpenuhi haknya, semakin resah. Sehingga jika ada masalah, jalan terbaik adalah menyelesaikannya.
Tetapi ada pula orang bisa lapang justru saat dia melepas semua haknya. Orang dengan jiwa seperti ini, bisa mudah untuk tidak mengungkit masalah. Memaafkan dan mendoakan sudah cukup baginya
Tapi ada juga yang dipertengahan. Dia bisa ikhlas haknya diambil orang tetapi ia hanya ingin sedikit hak nya. Dia bisa ikhlas cukup dg orang itu minta maaf, atau dia bisa lapang cukup dg mendoakannya saja.
Nah kalo kita spt jenis ketiga ini, cukup mendoakan. Dan tambahkan keyakinan bhw hutang tsb bernilai seperti sedekah tiap hari, sampai dilunasi.
Yang ketiga ini juga sangat besar pengaruh nya untuk badan. Pelan² bisa release juga dg sikap ini.
Terhadap hak kita. Ada 2 pilihan, kedua pilihan ini diambil. Hak itu ada dalam pilihan kita untuk memilih.
1. Mengambil hak.
Jika kondisi memungkinkan, maslahat untuk diri sendiri dan orang lain, maka mengambil hak boleh dilakukan. Bahkan jika hak tsb ada kaitannya dg keselamatan, nafkah dll boleh kita mengambilnya dg cara yang dibenarkan.
Cara yang dibenarkan:
- meluruskan, menasihati.
- mediasi dg pihak ketiga
- menuntut hak di pengadilan atau pihak yang berwenang menyelesaikan
Hal ini terjadi dalam muamalah apapun. Termasuk dalam pernikahan, hutang piutang, pidana dll.
2. Membebaskan
Pilihan kedua adalah membebaskan.
Membebaskan adalah kondisi memungkinkan, ada kekuatan, tetapi memilih utk melepaskan hak dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya pertimbangan tsb, ingin mendapatkan pahala.
Contoh misalnya ttg hutang
من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة
Artinya : “Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath-Thabraniy, Al-Hakim, Al-Baihaqi).
Kondisi "membebaskan" yang terbaik adalah saat kita punya kekuatan untuk membalas lalu kita maafkan orang tsb.
Kondisi dibawahnya adalah "terpaksa" membebaskan orang tsb karena tidak ingin masalah menjadi lebih besar, atau belum mungkin diselesaikan.
Mengatasi Generational Trauma (Trauma yang diturunkan/diwariskan oleh Orang Tua)
Jawaban Ustadz Nadhif:
Wa'alaykumussalam
Emosi bisa berpindah dari orang tua kepada anak.
Sedangkan kejadian dalam hidup tidak menurun. Kejadiannya bisa berbeda-beda
Jika kita mendengar, melihat hal yang buruk, sunnahnya adalah berdoa, maka hal yang buruk itu tidak akan menimpa pada diri kita.
Peristiwa yang kita alami serupa dengan orang lain, disebabkan karena hal ini.
Berikut ini doanya serta penjelasannya 👇
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ، وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلًا
Alhamdulillaahil-ladzii 'aafaanii mimmab-talaaka bihi, wa fadh-dholanii 'alaa katsiirin mimman kholaqo tafdhiilan.
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari musibah yang menimpamu, dan benar-benar memuliakanku dari banyak makhluk lainnya.
HR. Tirmidzi no. 3431, Ibnu Majah no. 3892
Kalau ada orang yang tertimpa musibah apa pun, sakit berat, sampai pada musibah dalam hal agama, maka kita sebaiknya mengamalkan doa di atas agar tidak tertimpa cobaan sepertinya.
Dari Ibnu ‘Umar, dari bapaknya ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang melihat yang lain tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan: (doa di atas), maka ia akan diselamatkan dari musibah tersebut, musibah apa pun itu semasa ia hidup.”
Dalam riwayat di atas ada kalimat lanjutan, diriwayatkan dari Abu Ja’far bin ‘Ali bahwa ia berkata, “Jika ada yang melihat yang lainnya tertimpa musibah, maka memintalah perlindungan (pada Allah) darinya. Hendaklah ia mengucapkan bacaan tadi, namun jangan sampai didengar oleh orang yang tertimpa musibah.”
Penulis Tuhfatul Ahwadzi (9: 375), Syaikh Muhammad ‘Abdurrahman Al-Mubarakfuri berkata bahwa maksud dari melihat yang lain yang tertimpa musibah, yaitu musibah yang menimpa badan seperti lepra, jangkung (terlalu tinggi), buta, pincang, tangan bengkok, dan semacamnya. Juga yang dimaksud adalah musibah yang menimpa agama seseorang, seperti kefasikan, kezaliman, terjerumus dalam bid’ah, kafir dan selainnya.
Cara "memutus" jika sudah terjadi.
a. Doakan orang tua, mohonkan ampunan atas kekhilafan beliau menyimpan kebencian. Doakan mendapat pahala atas kesabarannya selama ini
b. Baca doa diatas utk diri sendiri dan keluarga. Ajarkan pada keluarga untuk membacanya pula
Mengatasi Permasalahan Benci Ayah (karena Ayah telah menyakiti namun memaksa diterima permintaan diluar kemampuan- terkait 'setoran uang' - dalih anak wajib balas budi)
Jawaban ustadz Nadhif:
Wa'alaykumussalam
a. Harta istri bisa dari nafkah suami, juga mungkin dari usahanya sendiri. Harta yang berasal dari suami, memang menjadi milik istri. Tetapi penggunaan perlu keridhoan suami.
b. Jika suami ridho dengan tindakan istri utk menyisihkan harta bagi orang tua, maka itu adalah amal yang agung.
c. Anak perempuan setelah menikah, baktinya beralih kepada suami, maka lakukan semua atas ijin suami. Jika mengalami kesulitan, sampaikan kpd suami. Utk menghindari perselisihan, sebaiknya suami memberanikan diri untuk menjelaskan kepada Ayah Mertua.
d. Poin c. Dilakukan tanpa berniat untuk memutus. Tetapi membantu sesuai kemampuan. Karena hukum asalnya menantu tidak punya kewajiban menafkahi mertua.
Poin fiqhnya spt itu.
Hanya saja, relasi kita dan orang tua tidak bisa dibangun sekaku fiqh. Pengorbanan dan kasih sayang itu kadang melebih dari sekedar hitam dan putihnya aturan
Kemuliaan ada disitu.
Jika Alloh menakdirkan harta kita habis untuk keluarga dan orang tua maka itu artinya Alloh takdirkan harta kita habis untuk kebaikan yang sangat besar. Maka bersyukur dulu utk kejadian ini.
Jangan sampai takdir berubah, lalu harta habis untuk maksiat atau hal sia-sia.
Bangga dan bersyukur lah jika harta habis untuk orang tua.
Tetapi disini fiqh tetap perlu dilakukan, agar hak dan kewajiban terjaga.
Maka jalan keluarnya
1. Minta suami untuk menyampaikan
2. Bantulah orang tua dengan seijin suami
3. Bantulah semampunya, jangan membebani diri dg hal yang diluar kemampuan. Ajak bicara saudara
4. Jangan takut divonis, jika yang kita lakukan adalah benar dan sudah maksimal.
Catatan terpenting: jangan membenci permintaan ayah. Karena akan ada masanya semua orang sampai pada titik tidak berdaya dan butuh orang lain.
Mengatasi Sifat Hasad (kasus : seseorang yang gemar hasad pada orang lain, padahal sudah paham ilmunya, dilarang dalam Islam, bagaimana cara mengatasinya?)
Jawaban Ustadz Nadhif:
Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,
أن ” الحسد ” مرض من أمراض النفس وهو مرض غالب فلا يخلص منه إلا قليل من الناس ولهذا يقال: ما خلا جسد من حسد لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه.
“Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit kebanyakan manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan, tidak ada jasad yang terlepas dari sifat hasad. Namun, orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” (Majmu’ Al-Fatawa, 10: 124-125)
Dari nasihat Ibnu Taimiyah ini tergambar bahwa bersih dari hasad sepertinya hampir mustahil. Karenanya hasad juga menimpa orang-orang sholeh.
Yang terpenting hasad tsb _tidak dinampakkan_ dalam bentuk amal, baik ucapan maupun perbuatan. Selama tidak muncul dalam bentuk amal, in Syaa Alloh sudah sangat baik.
Setelah itu perbanyak istighfar, berlindung dan doakan orang yang kita hasad-i tersebut dengan doa kebaikan
Kita hanya dihukumi atas amal. Sdgkan yang terlintas dihati termaafkan.
Selebihnya, terapi seperti mendoakan, tujuannya untuk meredakan hati kita atau agar orang tsb tidak terkena efek buruk dari hasad yang kita lakukan.
Kalo, qadarullah, kita punya "energi negatif", hasad yang menguat, bisa menyebabkan orang yang kita hasad-i tersebut sakit, atau mengalami hal buruk. Doa kebaikan bisa mencegah hal ini.
Yang dosa hanya kesengajaan, diniatkan.
Bahkan scr fiqih masuk wilayah pidana jika ain/hasad dilakukan secara sengaja lalu menyebabkan celakanya seseorang.
Semoga selalu dijaga dan dimudahkan untuk terbebas dari hal ini
Hasad/'ain ternyata nyata, jangan sampai lepas dari mengingat Allah. Karena Nurul udah pernah bilang dia ingin menjadi aku. Iri sekali melihat suamiku yg suka bantu2.
Cara Mengatasi Menerima Kekurangan Diri (kasus : insecure dengan mahasiswa lain yang pintar, dijelaskan dosen udah bisa paham. Dirinya tidak paham-paham dan sulit memahami mata kuliah/pelajaran)
Jawaban Ustadz Nadhif:
Wa'alaykumussalam
Salah satu hal penting dalam aqidah adalah, meyakini Alloh berbuat, menciptakan sesuatu dengan ilmu yang maha sempurna. Tidak ada "skenario" yang salah dalam semua takdir tsb
Keyakinan kedua dalam masalah ini, rahmat Alloh meliputi segala sesuatu. Tidak ada kedzaliman, tidak ada yang didzalimi. Semua dalam naungan kehendak dan rahmatNYA.
Dengan 2 konsep diatas, maka fokus batin kita adalah berusaha menerima setiap keadaan dengan ridho, dan belajar mengambil hikmahnya.
Diantara hikmah terpenting, semua kejadian adalah manifestasi dari sifat-sifat Allah.
Alloh kenalkan dirinya Ar Rozaq, Yang memberi rizki. Konsekuensi dari sifat ini, Alloh yang mengatur rizki, akan ada makhluk yang diberi kelebihan. Bagi hamba yang diberi kelebihan, dia akhirnya kenal Alloh maha kaya
Tetapi juga ada yang sedikit rizkinya, dengan cara itu hamba akan datang kepada Alloh.
Dengan asma Al 'Alim, yang maha mengetahui. Maka akan ada hamba yang diberi ilmu, yang dengan itu ia tahu, ia bukan pemilik ilmu. Ada pula yang diberi sedikit, yang dengan itu hamba ini akan datang kepada Alloh utk meminta ilmu.
Pelajaran paling penting, pemilik semua ini adalah Alloh. Alloh bisa mencabut semua kepintaran dg sangat mudah, hanya dg pikun, habis semua kepintaran.
Jadi kaya miskin itu sama. Yaitu Alloh yang menentukan dan mempergilirkan.
Pintar dan tidak, juga sama. Alloh yang menentukan dan Alloh yang akan mempergilirkan.
Yang kaya wajib bersyukur, jika tidak ia berdosa.
Yang miskin wajib bersabar dan bersyukur (jika mampu), jika ingkar maka ia berdosa. Jadi kaya dan miskin sama, semua bisa jadi baik atau buruk
Yang kaya tidak masuk syurga lebih cepat dengan kekayaannya. Bahkan yang miskin bisa lebih cepat
Yang pintar tidak lebih beriman dari yang tidak pintar
Kaya, miskin, pintar atau tidak, semua itu karunia. Apakah mengantar pada kebaikan atau tidak, hanya disitu penentunya.
Fir'aun, contoh pemilik kekuasaan yang buruk
Hamman, tokoh pintar yang juga buruk
Qorun, tokoh kaya yang buruk.
"Kelebihan" dalam pandangan kita baik, tp sebenarnya belum tentu.
"Kekurangan" dalam pandangan kita buruk, tp belum tentu.
Tahukah kita apa yang menyebabkan orang bisa sangat cepat mendekat pada Alloh dan cepat pula turun pertolongan Alloh?
Jawabannya : Jika ia punya kekurangan, lalu merasa sangat lemah.
Shg kita yang punya "kekurangan", sebenarnya bisa mendahului orang yang "berkelebihan"
Cara Mengurai Emosi Negatif (Kasus : sudah berusaha berkomunikasi terkait wanita bekerja)
Jawaban Ustadz Nadhif :
Dibahasan sesi 1 kemarin salah satu langkah yang harus kita ambil untuk mengurai emosi negatif adalah dengan menyelesaikan problemnya, dg merujuk pada penjelasan Islam.
Selain persoalan psikis, emosi, trauma masa kecil, mungkin memang berpengaruh. Tetapi yang pokok problemnya perlu diselesaikan
Misalnya bab wanita bekerja.
- prinsip awalnya yang wajib menafkahi keluarga adalah suami. Sedangkan istri boleh membantu, dg seijin suami dan pekerjaannya memenuhi syarat-syaratnya
- Maksud dari _seijin suami_ adalah istri punya keinginan bekerja. Keinginan ini beda dengan kewajiban. Suami tidak punya keinginan menafkahi, tetap wajib, dosa jika suami tidak menafkahi.
- Suami tidak sepatutnya memaksakan istri bekerja, karena bukan kewajiban istri. Justru suami wajib memaksa dirinya mencari nafkah lebih. Istri juga boleh menolak disuruh bekerja, karena kewajiban istri adalah terhadap suami dan keluarganya. Bukan mencari nafkah
- Al-Hafiz bin Hajar berkata:
Sebab wajibnya suami memberikan nafkah kepada istri adalah karena istri terhalang untuk mencari nafkah karena kewajibannya untuk memenuhi hak-hak suami. Para ulama sepakat bahwa hal ini wajib.
Al-Fath, 9/625.
Jadi semoga suami menyadari hal ini. Dan istri bisa berhenti bekerja tanpa perlu persetujuan suami. Hanya perlu memberi tahu, bahwa ingin fokus menjalankan kewajiban sebagai istri.
Note untuk para suami :
_Alloh jadikan laki-laki sebagai qawwam, salah satunya memanggul beban menafkahi. Jangan limpahkan ini kepada istri._
Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Takutlah kepada Allah dalam hal wanita, karena Allah telah menitipkan mereka kepadamu dan telah dihalalkan bagimu mereka dengan firman Allah. Hak mereka atasmu adalah kamu harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik.”
Diriwayatkan oleh Muslim, 1218.
Cara Menyelesaikan Perselisihan Berkaitan dengan Pernikahan (kasus : suami yang tidak mau dinasihati, memaksa istri bekerja, padahal istri ingin resign)
Jawaban Ustadz Nadhif :
Prinsip perselisihan adalah didamaikan dan diselesaikan. Ini berlaku dalam semua perjanjian yang ada perselisihan. Pernikahan termasuk dalam perjanjian, sehingga tidak akan ada jalan buntu, in Syaa Alloh. Yang ada adalah ketakutan melangkah, atau tidak amanah dalam menjalani perjanjian.
Maka sama seperti perjanjian pada umumnya jalan keluarnya, kita bisa memilih :
a. Bersabar, mengalah, dan berkorban jika salah satu pihak enggan mengalah. Ini pahalanya besar sekali. Semua orang² mulia selalu rela memilih berkorban demi orang lain, demi kebaikan besar yang diambil. Jika mampu memilih ini, banyaklah mengadu kepada Alloh, doa, dan ibadah. Semoga diberikan kekuatan.
_Ini sangat baik,boleh diambil, meskipun berat._
b. Langkah kedua, Hadirkan penengah yang adil.
Semua perselisihan yang tidak dapat diselesaikan oleh 2 pihak, bisa diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga. Hal ini agar yang salah mau kembali ke jalan yang benar, agar hak dan kewajiban ditunaikan. Pihak ini bisa wali dari kedua pihak, ulama, atau siapa saja yang bisa meluruskan. Ini boleh dan sangat baik untuk dilakukan, karena Al Qur'an memerintahkan perdamaian dengan jalan ini.
c. Jika kedua langkah diatas tidak bisa diselesaikan, dan sangat berat untuk dijalani, maka mengadu kepada pihak yang punya kekuatan. Yaitu, hakim dalam pengadilan.
Hakim punya kekuasaan untuk melerai, menghukum dan menyelamatkan pihak yang teraniaya dalam perjanjian.
Langkah ini boleh, jika telah memenuhi syarat.
Ketiga langkah ini boleh dipilih salah satu
Semua pilihan ada konsekuensinya, tetapi semua baik dan benar, jika ditempuh dengan benar.
In Syaa Alloh, tidak ada dead lock dalam semua akad perjanjian, termasuk relasi suami istri. Karena semua bersifat ikhtiary (pilihan).
Semoga Alloh berikan bimbingan dan jalan keluar.
Niat Hijrah dan Silaturahmi (kasus : sudah berusaha menunaikan semua kewajiban, meminta maaf di awal walaupun yang memulai permasalahan adalah orang tsb, tapi tetap 'rasa perundungan yang luar biasa' merusak mental dan jiwa. Takut berefek ke keluarga terutama anak-anak)
Jawaban ustadz Nadhif:
Setiap keputusan ada baik dan buruknya, sangat tergantung kondisi yang terjadi dan kondisi kita kuat atau tidak menjalaninya.
a. Jika yang dimaksud buruk ini adalah tetangga, teman yang tidak ada hubungan hak dan kewajiban seperti hak nasab, menjauh dari lingkungan tidak salah. Bahkan sangat baik. Tidak ada pertimbangan lebih untuk kita bertahan disitu
b. Jika yang dimaksud itu adalah orang tua, perlu banyak pertimbangan. Misalnya
- jika kita adalah anak laki-laki, meninggalkan orang tua yang sudah sepuh tentu beresiko sekali. Meskipun orang tua kita kurang baik. Disini yang jadi penentu adalah kemampuan kita untuk menjalaninya.jika kita sbg anak laki-laki memilih bertahan bersama orang tua, dan mampu, hal itu berkah. Justru itu yang akan mendatangkan kebaikan yang sangat banyak di kemudian hari untuk keluarga kita
- jika kita merasa berat dan tetap ingin tinggal terpisah dari orang tua, perlu tetap dipertimbangkan bagi suami agar tidak mengabaikan kewajiban untuk berbakti
- jika kita adalah anak perempuan, dahulukan ridhonya suami. Menjauh dr kerabat tidak apa-apa tetapi suami yang bicara dan menjelaskan
c. Hal terpenting, hijrah dari hal negatif kepada hal positif adalah wajar. Tetapi niatnya betul, ingin lingkungan lebih baik. _Jangan disertai perasaan lebih mulia, lebih alim dalam ilmu, lebih baik, tidak boleh disertai cibiran. Tetap ringan hati untuk silaturahmi dll_. hijrah dengan tinggi hati berbeda dengan hijrah karena Alloh.
Terkait Silaturahmi.
Dari kemarin sy kesulitan mencari bab yang paling pas untuk tema ini, selain bab silaturahmi. Baik yang terkait dengan akhlaq maupun terapi.
Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Yang dimaksud silaturahmi, adalah kepada orang² yang ada kekerabatan nasab.
Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, “Silaturahmi dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak, begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak.”
Comments
Post a Comment