Kita Tidak Sedang Hidup di Surga

Ini dunia. Tempat manusia diuji yang kelak akan diambil rapornya di hari akhir, tiada satu pun yang bisa mengelak dari hari pembalasan. Hanya Allah yang Maha Memberikan Keadilan.




Manusia, cenderung menempatkan dirinya pada ego 'ke-akuan'. Sekalinya seseorang ingin memperbaiki hubungan, semua orang yang usianya besar namun tidak dewasa itu cenderung 'melupakan' dan 'lari' sebab mereka merasa 'aku telah dirugikan, kalian telah merusak lingkungan ' namun tidak sadar bahwa di sanalah Allah kemudian bukakan letak wujud nyata topeng yang telah tertutup sepanjang jalan. Topeng dibalik 'kami Solih, kami Soliha' dan mereka juga dengan amat sangat tidak adil, mengabaikan segala kebaikan yang pernah ada. 

Manusia itu sempurna dengan kelebihan serta kekurangan. Manusia bukan malaikat yang tidak pernah memiliki kesalahan dan dosa. Hanya saja, penghakiman, label, serta sudut pandang syaiton sering kali digunakan untuk membuat orang lain patah sepatah patahnya dan sehancur-hancurnya. Namun, Allah Maha Baik. Allah menilai hati, bukan apa yang tampak.

Sepanjang manusia bersujud pada Allah, semua mendapat ampunan Allah yang Kasih sayangNya melebihi kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Maka, kejadian 14042024 lalu, sejatinya sudah aku coba rilis. Tetapi, lingkungan itu tetap membuat dan mengkondisikan dengan persepsinya. Penuh penghakiman.

Hak dalam bermasyarakat telah tiada. Kebersamaan, keguyuban, kehangatan telah berubah menjadi dingin, beku, serta menghancurkan mental seorang istri yang tak tahu menahu namun dipaksa untuk merasa bersalah di waktu itu.

Seorang Guru memberikan nasihat.

Terhadap hak kita. Ada 2 pilihan, kedua pilihan ini diambil. Hak itu ada dalam pilihan kita untuk memilih.

1. Mengambil hak. 

Jika kondisi memungkinkan, maslahat untuk diri sendiri dan orang lain, maka mengambil hak boleh dilakukan. Bahkan jika hak tsb ada kaitannya dg keselamatan, nafkah dll boleh kita mengambilnya dg cara yang dibenarkan.

Cara yang dibenarkan:
- meluruskan, menasihati.
- mediasi dg pihak ketiga 
- menuntut hak di pengadilan atau pihak yang berwenang menyelesaikan 

Hal ini terjadi dalam muamalah apapun. Termasuk dalam pernikahan, hutang piutang, pidana dll.

2. Membebaskan
Pilihan kedua adalah membebaskan.

Membebaskan adalah kondisi memungkinkan, ada kekuatan, tetapi memilih utk melepaskan hak dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya pertimbangan tsb, ingin mendapatkan pahala.

Contoh misalnya ttg hutang


من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة

Artinya : “Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath-Thabraniy, Al-Hakim, Al-Baihaqi).

Kondisi "membebaskan" yang terbaik adalah saat kita punya kekuatan untuk membalas lalu kita maafkan orang tsb.

Kondisi dibawahnya adalah "terpaksa" membebaskan orang tsb karena tidak ingin masalah menjadi lebih besar, atau belum mungkin diselesaikan.

Dan dari kondisi disini, tidak ada orang yang bisa memediasi, mengilmui dan bersikap adil. Hampir semua 'main gebuk' dan meremukkan hati. Laa hauwlawalaa quwwata Illa billaah.

Bagaimanakah jalan kisah ini berlanjut?

Wallahu 'alam. Hanya pada Allah semua ini aku serahkan.

Nik-
Akhir 2024.

Comments

Popular posts from this blog

Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi

Mendidik Anak Usia 7-9 Tahun

Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun