Pemuda, Power, dan Perubahan (Reflektif Sumpah Pemuda)


Ada sebuah masa yang porsinya sangat besar dan panjang dalam kehidupan manusia. Masa dimana kondisi fisik terasa prima, energi meluap berlimpah. Dan d masa ini, kekuatan diri untuk membangun kebiasaan serta karakter bisa dilakukan dengan amat sangat mudah. Itulah masa muda. 

Para ahli di berbagai bidang banyak memberikan penjelasan yang berbeda-beda untuk mendefinisikan masa muda. Ada yang membaginya menjadi tiga fase usia (anak-anak, pemuda dan masa tua. Bahkan lebih spesifik lagi, ada pemuda awal, menengah dan pemuda akhir). Ada yang membaginya berdasarkan pertumbuhan kematangan layer tubuh secara holistik berdasarkan ilmu kesehatan klasik. Ada juga yang membaginya berdasarkan kematangan akal (Basyariah, insaniyah dan insan Kamil). Semua pembagian itu sejatinya hanyalah untuk memudahkan kita dalam memetakan state atau posisi kita berada dimana sehingga memudahkan diri dan keluarga untuk melewati tahapannya.


Images by @wholisticgoodness

Dari berbagai penjelasan, saya lebih nyaman untuk memandang usia manusia berdasarkan layer badan yang utuh, secara menyeluruh. Setidaknya dibagi kedalam lima lapisan atau layer yang semuanya saling terkait satu sama lain, layer ini tidak bisa dipisahkan satu per satu. Yaitu usia muda dipandang dari layer fisik (physical body), energi (energetical body), emosi (emotional body), mental (mental body) dan spiritual (spiritual body). 

Sisi fisik berkaitan dengan terbangunnya organ-organ vital dan penting di kehidupan, setidaknya mulai aktif usia 7 tahun. Sedangkan energi, berkaitan dengan seseorang menyalurkan frekuensinya, apakah berada di frekuensi 'Power', dalam ilmu tasawuf disebut dengan 'Taqwa' (frekuensi 200 keatas, hingga maksimal 1,000 ) atau frekuensi Force atau disebut Fujur (frekuensi 200 ke bawah). Sedangkan emotional body berkaitan dengan pemaknaan diri terhadap segala peristiwa yang dialami di masa hidup (disini kita mengenal ada rasa senang, sedih, kecewa, marah, shame, guilt dst. Dalam ilmu tasawuf, ini berkaitan dengan ego atau level basyariah).

Adapun tubuh mental, berkaitan dengan relasi terhadap diri sendiri (bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri, dalam ilmu tasawuf, dikenal dengan sebutan insaniyah (reasoning, intelectual being). Menurut Hawskins, frekuensinya berada di 200-400, atau dalam ilmu tasawuf dikenal dengan nafs mulhamah, indikatornya adalah tauhidnya sudah kokoh dan lurus. Jadi, kalaupun ada masalah yang menimpa, jiwanya tetap tenang, mudah untuk understanding). 

Adapun layer terakhir, adalah intinya diri manusia, spiritual body. Inilah puncak dari pengenalan diri karena sudah memasuki dimensi ruh/soul, metaphysical being. 

Menurut Hawskins, jika seseorang berada di frekuensi metaphysical being, 500 hingga 1,000 maka akan mampu mengubah sekitarnya bahkan mampu mengubah suatu kawasan, negara hingga dunia. Dan manusia yang paling tinggi levelnya adalah Nabi dan Rasul. Terkhusus lagi Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, frekuensi beliau, di puncak dan satu-satunya, yaitu skala 1,000, sangat sempurna. Tidak ada manusia manapun hingga akhir zaman yang bisa menandinginya. Speechless ya rasanya, makanya, bagi saya, kala mau bahagia, kenalilah Rasulullah dan ikuti jalannya.

Terkait skala frekuensi. Saya jadi teringat sebuah jurnal. Terdapat penelitian 'the Maharishi Effect', dimana secara perhitungan eksponensial, jika ada satu orang yang memiliki frekuensi tinggi akan mampu memberikan dampak baik ke lingkungan. Dari penelitian itu, dimulai dari level tertingginya, 700. Ya, karena manusia diatas 700 sudah tidak ada lagi. Penelitian itu mengatakan, jika ada satu individu yang memiliki frekuensi 700, ia akan mampu menetralisir 70 juta orang yang berada di level 200 ke bawah (level nafs ammarah hingga lawwamah, berupa shame, guilt, apathy, grief, fear, desire, anger, dan pride). Jika ada satu individu di frekuensi 600 (level peace/damai atau dalam ilmu tasawufnya, nafs mardhiyah) mampu menetralisir 10 juta orang yang memiliki frekuensi dibawah 200. Dan jika ada satu individu yang frekuensinya 500 (love atau nafs Muthmainnah) mampu menetralisir 750 ribu orang yang frekuensinya 200 kebawah. Jadi, sangat masuk akal bahwa hanya membutuhkan 1 orang Nabi atau Rasul saja untuk satu kaum. Karena Nabi/Rasul itulah yang memiliki level tertinggi (enlightened/nafs Kamilah) yang frekuensinya di rentang 700 hingga 1,000. Dan kita tau, Rasulullah diutus bukan untuk satu kaum, melainkan semesta alam. Jadi, sangat masuk akal jika level 1,000 dimiliki oleh the one and only Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam. Dan bahkan ketika para sahabat ingin selalu berdekatan dengan Rasulullah, sangat mencintai Rasulullah karena berada didekat beliau pasti bisa menaikkan level frekuensi mereka. Bahkan, efeknya gak main-main. Kata Rasulullah, satu orang sahabat, vibrasinya diatas rata-rata manusia pada umumnya.

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘ahnu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ”Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.

Hadist diatas dikeluarkan oleh seluruh perawi hadist mutawatir (mayoritas) baik dari Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Imam Ahmad.


Lalu, apa kaitannya dengan pemuda dan bangsa?

Terbayang kan? jika ada seorang pemuda yang fokus memperbaiki dirinya, menaikkan level frekuensinya, dari force/Fujur ke frekuensi Taqwa/Power, dan mengoptimalkan potensinya maka atas izin Allah, pasti ia akan mampu memberikan dampak perubahan baik disekitarnya. Setidaknya, tidak akan ada kriminalitas lagi (ini hasil penelitian dari the Maharishi Effect, sudah terbukti secara ilmiah), serta akan sangat mudah untuk melakukan perubahan serta kemajuan di level selanjutnya, yakni perubahan komunal (desa, kecamatan, kabupaten hingga negara).

Tetapi, sebaliknya, ketika pemuda ini banyak yang tidak mempedulikan dirinya. Istilahnya, bodo amat. Tidak mengenal dirinya, malah fomo, maunya ikuti tren, memanjakan egonya, memberikan makan pada nafsu syahwatnya tanpa batasan, bisa dipastikan, akalnya padam. Jika akal padam, jangankan menaikkan level di dimensi ruh/soul, maka pemuda ini akan terus berputar-putar di level rendah (level force/Fujur). Pemuda ini akan lebih banyak overthinking, malas karena energi rendah, apathy, shame, mudah meledak-ledak, anger dan jikapun di level pride, ia akan terjerembab pada flexing, sombong dan sikap Fujur lainnya.

Sebagaimana dalam surat Asy-Syam ayat ke-8.

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا

Fa al-hamahā fujụrahā wa taqwāhā

Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Kabar baiknya, jika fisik kita lambat laun menua, namun jiwa akan tetap bersinar hingga dimensi yang berbeda (dimensi barzakh). Terutama usia baligh hingga 40 tahun kita. Maka, bersyukurlah kita jika usia hari ini masih dibawah 40 tahun. Kenapa? Karena usia dibawah 40 tahun, masih ada potensi bsar yang memungkinkan kita mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik, masih mudah untuk menginput segala pengetahuan dan memberikan asupan makanan terbaik pada akal sehingga karakter yang kelak dipanen pada usia 40 adalah karakter baik. 

Sebaliknya, ketika sudah melewati usia 40 tahun, belief system dalam struktur badan kita, ibarat pondasi, sudah dalam sekali, sehingga untuk melakukan perubahan diri, akan sangat memakan energi besar sekali. Dan berat sekali. Itulah mengapa para ulama sampai menuliskan kitab khusus membahas usia 40 tahun ini. Salah satu sebabnya adalah usia baligh hingga 40, Allah sematkan sebagai waktu terbaik, masih bersemayam hati yang lembut dan mudah dibentuk. Karena itulah, para Nabi dan Rasul diutus pada usia 40 tahun, karena sudah kokoh dan matang dari semua layer tubuhnya. Sehingga karakter serta frekuensi vibrasinya siap  paripurna untuk dbagikan ke ummatnya.

Buat kawan-kawanku semua, terutama para pemuda (dibawah usia 40 tahun ya). Tetaplah kita semangat belajar, dimanapun berada. Baik belajar secara formal (menempuh pendidikan tinggi) maupun informal, semua ilmu yang baik, mudah-mudahan menjadi ilmu yang nafi'. Ilmu yang bermanfaat, tidak hanya di dimensi fisik, tetapi juga metafisik nanti. Manfaat dunia dan akhirat.

Usia muda adalah usia yang spesial, sampai-sampai Rasulullah pun mention dalam haditsnya.

Dari Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu bahwa Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تزول قدما ابن أدم يوم القيامة من عند ربه حتى يسأل عن خمس: عن عمره فيما أفناه ؟ وعن شبابه فيما أبلاه ؟ وماله من أين اكتسبه؟ وفيما أنفقه؟ وماذا عمل فيما عمل

“Tidaklah beranjak pijakan kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya sampai ia ditanya tentang lima hal:

– tentang usianya, untuk apa dihabiskan,

– tentang usia mudanya, untuk apa dipergunakan,

– tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan,

– serta tentang apa yang ia amalkan dengan ilmunya.” 

(HR. Tirmidzi, dinilai sahih oleh Syekh Albani dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah).


Lalu, apa yang bisa kita lakukan sekarang?

Belajar, berbenah dan berubah. Hanya itu saja.

Sebab, perubahan itu keniscayaan. Jika kita tidak berubah, maka sekitar kitalah yang akan mengubah kita. Karena kita adalah anak lingkungan, Al insan Ibnu al-Biah (manusia itu adalah anak lingkungan).

Yuk, semangat belajarnya, jadilah mitokondria peradaban dari dalam rumah. Jika hari ini kamu merasa menderita karena kurangnya pemahaman jiwa, bawalah jargon ini, masukkan kedalam kepala.

"Suffering call us back home."

Dan home kita adalah Jannah. 

Secara hakikat, surga adalah ketenangan. Kata Ibnu Taimiyah, "Sesungguhnya di dunia ini ada surga, siapa yang tidak memasukinya, niscaya kelak tidak akan memasuki surga di akhirat."

Maka, jadilah tenang. Nafs muthaminnah, wahai pemuda.

Orang yang tidak tenang dengan dirinya, maka tidak bisa ditenangkan oleh selainnya. (Rumi)


Wallahu'alam bishshowab.



Comments

Popular posts from this blog

Mukaddimah Kurikulum Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim sesuai Tahapan Usia bersama Ustadz Herfi Ghulam Faizi

Mendidik Anak Usia 7-9 Tahun

Mendidik Anak Usia 1-3 Tahun