Larangan Islam untuk Ingin tahu Urusan Orang Lain (Kepo)
Bukti Pemahaman Islam Seseorang tercermin dari Akhlak dan Adab
Agama kita inilah yang perhatian dengan akhlak dengan adab, dengan karakter manusia.
Agama kita bukan hanya agama yang mengurusin hubungan hamba dengan Sang Pencipta, tapi agama kita juga peduli, bahkan mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan hewan, dengan lingkungan dan dengan alam ini.
Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam diutus di kota Makkah, di kaum jahiliah. Beliau menyebutkan di antara salah satu misi beliau diutus adalah إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ ("aku diutus tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlak"). Akhlak yang mulia, karakter-karakter yang sudah bagus disempurnakan, yang kurang dilengkapin, yang salah diperbaiki.
Banyak hal dari orang lain yang terkadang mendorong kita ingin mengetahuinya, timbul perasaan ingin tahu, ingin ngurusin yang kadang kala itu hanya bisikan nafsu. Di sinilah agama kita turun untuk mengatur bahwasanya ada hal-hal yang bukan urusanmu yang enggak ada manfaatnya untuk dirimu, bahkan terkadang itu privasi orang lain.
Di lain kesempatan, ada kejadian-kejadian yang membuat kita berprasangka, berpraduga terhadap saudara kita, yang dari sini akan memunculkan perkara-perkara yang tidak terpuji. Maka, Allah memanggil orang-orang yang beriman untuk memperbaiki diri mereka, memperbaiki karakter mereka, adab dan etika bermuamalah, karena dari prasangka itu muncul yang namanya mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus).
Dari sana (tajassus) muncul yang namanya ghibah (menggunjing ngomongin orang). Sedangkan kita ini punya banyak kesalahan, maka berbahagialah orang yang disibukkan dengan urusan dia sendiri daripada ngurusin orang lain.
Larangan Mengintip Kehidupan Rumah Orang Lain
Dalam hadis riwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Dari Abu Hurairah radhiallahu Anhu bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Seandainya ada orang mengintip rumahmu, dan dia tidak meminta izin kepadamu, kemudian kamu melemparnya dengan kerikil sehingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu."
Jadi, kalau ada orang yang mengintip rumah kita, lalu kita melempar dia dengan batu atau dengan kerikil yang menyebabkan matanya rusak, itu enggak apa-apa. Inilah adab. Kan ada orang tuh kepengin tahu apa sih isinya rumah orang atau isi rumah kita ini? jadinya ngintip-ngintip. Hal seperti ini, itu enggak boleh dalam agama kita.
Jadi, kalau kita melihat dalam kehidupan kita ini, jika ada perasaan ingin tahu itu, atau penasaran pada seseorang. Padahal jelas itu perkara-perkara yang tidak penting yang seharusnya kita enggak perlu tahu, maka enggak perlu tahu! Jangan cari tahu atau malah mencari-cari tahu. Itu nir adab !
Meninggalkan Perkara yang Tidak Bermanfaat
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam mengatakan dalam hadits Arba’in karya Imam An-Nawawi, membahas mengenai baiknya keislaman seseorang, indikatornya adalah meninggalkan apa yang tak bermanfaat atau tidak berguna baginya. Sabda Nabi:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara yang termasuk bagusnya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tak berguna (bermanfaat) baginya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat yang bernama Abu Hurairah atau Abdurrahman bin Shakhrin. Sahabat mulia yang paling banyak meriwayatkan hadits. Perawi haditsnya adalah Tirmidizi, Ahmad, Ibnu Majah, Malik, Ibnu Hibban dan masih banyak yang lainnya.
Jadi, seseorang yang ingin Islamnya baik, atau kita ini kepingin keislaman kita yang terbaik, maka tandanya adalah dengan meninggalkan hal-hal yang tidak ada gunanya, yang enggak ada manfaat. Jangankan tidak ada manfaat untuk akhirat, jika tidak manfaat untuk dunia pun, tinggalkan.
Sumber Akhlak Mulia pada 4 Hadist yang Dikumpulkan oleh Ibnu Rajab
Ibnu Rajab Al-hambali dalam kitabnya Jamiul 'Ulum Wal Hikam, beliau menyebutkan hadis diatas, yang baru saja kita baca itu adalah salah satu pokok Akar masalah adab dan etika, yakni meninggalkan sesuatu yang enggak berguna, yang enggak ada urusannya dengan kita.
Muhammad Ibn Abi Zaid yang dikenal dengan Ibn Abi Zaid al-qairawani, Imam al-malikiyah di masanya. Beliau membuat kitab yang isinya kumpulan adab-adab kebaikan dan tali kekangnya. Yang mana, ini merupakan sumbernya Akhlak Yang Mulia. Yaitu berada di empat hadis.
Yang pertama, sabda Nabi Shallallhu 'Alaihi wa Sallam.
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَومِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir maka hendaknya dia berbicara yang baik atau (kalau tidak bisa hendaknya) dia diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang Kedua, yang tadi kita bahas.
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara-perkara yang enggak berguna buat dia, enggak ada urusan sama dia/ yang tak berguna (bermanfaat) baginya.”
Yang ketiga, wasiat Shallallhu 'Alaihi wa Sallam kepada orang yang meminta kepada beliau.
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
Artinya: “Jangan kamu marah, maka bagimu Surga (akan masuk Surga).” (HR Ath-Thabrani).
Yang keempat, tentang kesempurnaan iman.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Salah satu dari kalian tidak (disebut) beriman (secara sempurna), hingga mencintai untuk saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Demikian juga Tirmidzi dan Nasa’i, dan masih ada yang lainnya.)
Itulah empat hadis yang menjadi pusat akhlak dan etika yang baik.
Dampak Negatif KEPO : Menjadikan Hati KERAS
Jika seseorang ingin tahu urusan orang lain yang enggak ada gunanya buat dia, ini berdampak negatif kepada sang pelaku dan kepada kehidupan dia.
Apa dampak negatifnya?
Yang pertama, hal itu mengantarkan kepada kerasnya hati. Langsung otomatis, hatinya menjadi keras, tubuh jadi lemah. Jika hati keras, tubuhnya lembek dan rezekinya sulit. Atau lenyapnya keberkahan.
Amr Ibn Qais al-mula'i, dia meriwayatkan bahwa ada seorang yang melewati Luqman Al-Hakim, sedangkan orang-orang sedang duduk sedang ngaji. Saat Luqman sedang memberikan petuah, ada orang yang lewat. Apa kata orang ini?
"Oh ada Fulan, hei, bukankah engkau budaknya kabilah Fulan?"
Kata Luqman, "betul. Iya."
Lalu orang itu berkata lagi, "engkau dulu mengembala kambing di Gunung ini dan ini."
Kata Luqman, "iya"
Lalu apa kata orang ini lagi?
"Lho, engkau kok bisa seperti ini sekarang? dulu budak penggembala kambing?"
Apa jawabannya Luqman?
Jawabannya bikin orang itu jiper. Yaitu, "yang pertama, yang membuatku bisa seperti ini, berkata benar, jujur kalau bicara. Yang kedua, banyak diam dalam urusan-urusan yang gak ada manfaatnya buatku dan yang bukan urusanku."
Malik bin Dinar, dia mengatakan buat orang-orang yang hatinya keras, "kalau engkau melihat dirimu bebal dan rezeki jadi sulit, ketahuilah sebabnya karena engkau berbicara yang bukan urusanmu, berbicara yang tidak berguna."
Maka, mari ucapkan yang baik. Dan kita tahu, mayoritas orang nih kadangkala ngomongin orang, ingin tahu urusan orang yang seharusnya tidak perlu dia tahu, seharusnya tidak dia kerjakan, tidak kepo. Kerjakan yang menjadi urusanmu saja.
Yang kedua orang yang suka ingin tahu urusan orang lain ini, biasanya sakit hati.
Nanti akhirnya sakit hati, kenapa?
Yang pertama, karena dia dengar dari orang ucapan yang enggak enak, akhirnya ini menyakiti hatinya sendiri. Ibarat kotoran, sudah tahu kotoran, dia ambil dan telan sendiri.
Imam Malik bin Anas meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang masuk menjumpai Abdullah Ibn Umar Ibnu Khattab radhiallahu anhuma. Dia sedang menjahit sandalnya, masuklah Abdullah bin Umar sahabat nabi ini, sedang menjahit sandalnya.
Lalu apa kata orang ini?
"Yaaa Abdurrahman, wahai Abu Abdurrahmana. Kalau engkau buang itu sandal, lalu engkau beli yang baru (itu lebih efisien)." >> kalau zaman sekarang, "lembiru aja (lempar beli baru)"
Maka, beliau marah. Di sini Abdullah bin Umar berkata. "Ini orang bukan urusannya."
Kata Abdullah bin Umar, "Apakah sandalku ini yang membuat kau datang ke sini? engkau urusi urusanmu ajalah."
Subhanallah! seakan-akan Abdullah bin Umar memewasiatkan orang ini atau mengingatkan orang ini dengan hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi wa sallam, مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara-perkara yang enggak berguna buat dia, enggak ada urusan sama dia/ yang tak berguna (bermanfaat) baginya.”
Yang kedua, jadi saat engkau akan mendengarkan ucapan orang kepo, atau gara-gara ngurusin orang pengin tahu, yang akhirnya sakit hati jika diteruskan akan menambah kesengsaraan jiwa.
Yang ketiga, membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak berguna. Karena sesungguhnya banyak sekali urusan kita yang wajib. Tapi malah mengurusi hal yang kadang kala kita merasa enggak ada manfaatnya. Jangankan urusan dunia, bahkan untuk urusan akhirat, banyak yang melalaikannya.
Tanpa disadari, banyak orang yang Allah sibukkan tapi pada perkara yang tidak manfaat. Banyak kerjaan, waktunya enggak cukup buat keluarga, enggak ada waktu dan habis buat ini-itu. Coba dia meninggalkan urusan orang, atau STOP enggak ngurusin orang, tidak ngurusin perkara-perkara yang tidak ada hubungannya sama dia. Insyaallah dia akan punya banyak waktu.
Seorang muslim yang memiliki semangat tinggi itu, dia enggak punya waktu sebenarnya untuk menghambur-hamburkannya dalam perkara-perkara yang enggak berguna, berita-berita urusan manusia secara umum, bukan urusannya.
Hari ini kita melihat banyak orang, itu laki, perempuan, anak-anak anak, orang dewasa seolah-olah mereka sibuk. Kalau sekarang ini dengan apa yang dikirimkan kepada mereka. Kerjanya di handphone-nya, dia lihat banyak hal. Lantas, apa urusanmu dengan berita-berita yang disebarkan disana? Ada urusannya kah? Apakah kamu seorang ilmuwan yang diminta tolong? Atau hakim yang sedang mengurus suatu perkara? kadangkala enggak ada. Hakim bukan, tapi mudah sekali menghakimi orang. Bicara tabayyun? enggak sama sekali, bahkan ke sesama muslim sekalipun. Main emosi aja, temperamental! Main hardik aja! Subhanallah!
Misalnya kalau di jalan, ada orang tabrakan. Malah sibuk foto, memviralkan, ditambah dengan caption atau tulisan yang sifatnya hanya opini. Seolah penting banget menjadi reporter dadakan. Kemudian dishare secara cepat. Untuk apa?
Atau ngikutin status orang lain. Bahkan bisa menjadi celah tajassus, mencari-cari kesalahan orang lewat status, yang padahal bisa jadi itu pintu masuk ghibah serta fitnah bahkan adu domba di kemudian harinya.
Termasuk kalau di media sosial, tiada gunanya membahas outfit atau gaya hidup. Fulan beli baju harga sekian, Fulan beli sepatu harga sekian, fulanah kayak gini, fulanah kayak gitu, nauzubillah. Terus jadinya kita ingin tahu terus-menerus, adiksi, kita baca terus, kita share. Kemudian mencari lagi, bahkan ngasih tanda sendiri, kecanduan berita, habislah waktu kita, sia-sia.
Bahkan ada juga yang merasa urusan sekampung itu perlu diurusnya. "Eh, fulana fulana gimana fulana kabarnya? Eh tau gak, fulana kayaknya lagi ribut sama lakinya? eh, terus Fulan itu baru dapat kerjaan di tempat itu, Eh gajinya Fulan berapa. Kerja disana cara masuknya gimana? Emang dia ijazahnya apa?" bla bla blaaa...
Astagfirullahal'adzim, maka jadi enggak punya waktu karena sibuk ngurusin sesuatu yang bukan urusannya.
Ada juga yang saat kuliah, malah asyik main HP. Atau ikut kajian malah sibuk dengan HP. Padahal guru atau ustadznya sedang menyampaikan hal yang penting, bermanfaat dan bahkan sedang menyampaikan firman Allah atau Sabda Rasul Sallallahu 'alaihi wasallam. Eh malah dia sibuk nonton sesuatu yang enggak ada gunanya, kirim berita ini itu, macam-macam, baca berita yang enggak ada gunanya. Sama dia apa urusannya apa?
Yang keempat, orang yang tidak mengamalkan hadis tadi, yang termasuk kesempurnaan Islam seseorang itu meninggalkan hal-hal yang tidak ada gunanya, akan membuat dia merugi. Rugi dengan amal salihnya.
Misalnya, foto makanan. Kemudian diposting. Jika memang ada manfaat, misalnya ada resepnya, bisa jadi amal yang mengikuti. Tapi jika hanya posting, tidak ada gunanya, untuk apa? Kecuali, kalau diposting, minimal dapat gratis atau voucher (masih ada manfaat urusan dunia).
Perlu kita ketahui, bahwasanya amal saleh itu bisa dilipatgandakan dari 10 kalinya, bisa sampai 700 kelipatan, dan bahkan yang tak terhingga. Semua itu Allah berikan jika kitanya solih.
Pernahkah kita berpikir, "apa sih yang menyebabkan orang ini dapat 10, orang yang itu dapat 30, yang itu dapat 100, yang itu dapat 200, ituapa ukurannya?"
Mari simak hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari Muslim. Kata Rasulullah, "Di antara tanda baiknya islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara-perkara yang enggak berguna buat dia, enggak ada urusan sama dia/ yang tak berguna (bermanfaat) baginya."
Beliau melanjutkan, "Dan, Barang siapa yang berniat berbuat kebaikan tetapi tidak mengerjakannya, maka ditetapkan baginya satu kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka ditetapkan baginya 10 sampai 700 kali lipat hingga kelipatan yang banyak." (Q.S Al-An'am :160)
Jadi, bisa kita simpulkan. Apabila seseorang memperbagus keislamannya, maka setiap kebaikan yang dia perbuat akan ditulis 10 kali lipat sampai 700 kali lipat, ini bergantung kepada keislamannya.
Misalnya sama-sama sedekah satu juta, yang satunya suka kepo, dan satunya tipikal pendiam, tidak mau mengurusi sesuatu yang bukan urusannya, maka perhitungan di sisi Allah, jelas berbeda. Bisa jadi, yang kepo hanya dapat 10 kali, yang tidak kepo, dapat 500 atau 1000 kali. Maka, jangan gunakan kalkulator akal manusia untuk bab keimanan dan keislaman kita.
Lalu, jika kita mengerjakan yang memang penting buat kita, yang berguna buat Islam kita, maka telah sempurna bagusnya Islamnya, ini tidak hanya amal saleh yang dilipatgandakan, tetapi juga dihapuskannya dosa-dosa.
Jika ada Fitnah atau Isu, DIAM itu lebih baik
Saya jadi teringat tulisan Ustadz Amar terkait isu yang beredar di media sosial. Disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Terkait pernikahan seorang ulama yang ternyata itu hoax. Ini sudahlah tidak ada kaitannya dengan kehidupan dunia (emang dapat uang kalau nyebarin?) pun dengan urusan akhirat (malah berani banget menyebarkan isu rumah tangga orang lain, bukan hakim, bukan pula orang yang penuh hikmah, adanya penuh emosi tersulut, marah-marah). Laa hauwlaa walaa quwwata illa billah.
Jadi ingin menulis bedah buku karya Imam Al-Ghazali yang kemarin saya posting di instagram, Kimiyaa'us sa'aadah. Disana membahas seputar karakter manusia, hati, ruh, jiwa dimana posisinya dan kaitannya dengan 'pengenalan diri'. Sebab, jika kita tidak mengenal diri, maka akan sangat sulit mengenal Allah. Karena Allah tidak bisa dipelajari sebagaimana pelajaran hari ini, pakai ilmu filsafat, teoritik, tetapi perlunya iman, jiwa, hati.
Nah, ini dia tulisannya Ustadz Amar (saya panggil beliau kalau via what'sapp dengan sebutan 'Kak Amar' -btw, beliau tuh kalau diminta pendapat dari sisi ilmu syariat, permasalahan keluarga muda, jawabannya 'banyak menyelamatkan' kebodohan dan kefakiran diri ini. Jazaakallah kak!)
Sahabat, selalu ada plothole dari kisah rumah tangga orang lain.
Kita cuma tahu apa yang mereka bagikan di media sosial, dan kita merasa mampu menemukan cerita pelengkap atau pengisi plot kosong itu, karena: membandingkan dengan kisah rumah tangga kita sendiri.
Misalnya, ada orang posting foto jalan-jalan ke sebuah tempat, tanpa istrinya.
Spontan orang komentar: "ya Allah, istrinya ga diajak?!"
Karena, itulah yang terjadi dengan kita dan suami kita.
Kembali pada masalah di atas: selalu ada plot hole dalam kisah rumah tangga orang lain.
Maka, hai kaum muslimin:
Diamlah. Jangan bicarakan rumah tangga orang, kecuali di sana memang ada ilmu. Misalnya, rumah tangga Nabi ﷺ yang di dalamnya ada hukum fikih.
Jagalah lisanmu, sebagaimana kau tak mau rumah tanggamu dibicarakan orang lain.
Selamatkanlah rumah tangga para ulama atau tokoh publik islam dari prasangka burukmu!
Ketika rumah tangga Nabi ﷺ diganggu isu selingkuh sayyidah Aisyah yang merupakan kebohongan, orang terbagi tiga.
1. Kaum munafik dan Yahudi, yang menyebarluaskan itu karena ingin menghancurkan syariat Islam, sebab tokoh agamanya tak lagi dihormati
2. Kaum muslimin yang terbawa suasana dan ikut menguliti Aisyah, misalnya Hamnah binti Jahsy dan Hassan bin Tsabit
3. Mereka yang tutup mulut tutup telinga dan hanya bicara yang baik-baik saja
Silakan tempatkan dirimu di kuadran yang sesuai dengan kualitas dirimu!
Kemudian yang kelima, ketahuilah bahwa seorang muslim akan dihisab, akan dihukum tatkala dia kepo atau ingin tahu urusan orang. Jangankan bicara biasa, berkata baik pun, ada catatannya. Tidak ada yang keluar dari lisan kecuali ada malaikat yang mencatatnya, yang mengumpulkannya !
Diriwayatkan oleh Abu ya'la dan Albaihaqi. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'Anhu.
Di masa nabi alaihiatu wasalam ada seorang laki-laki yang tewas terbunuh Syahid di Medan perang. Lalu ada seorang yang menangisi jenazah tersebut. Seorang wanita dia mengatakan, "Yaaa Syahid, Yaa Syahiid"
Wah dia memuji orang yang mati, lantas kemudian beliau bertanya, "bagaimana tahu dia Syahid. Tahu darimana, apa yang membuatmu tahu dia itu Syahid? Apakah semasa hidupnya dia sudah terbebas dari hal yang tidak berguna buat dirinya, mungkin ada ucapan-ucapan, omongan omongan yang enggak berguna buat dia, atau mengurus yang bukan urusan dia atau dia bakhil untuk bersedekah, untuk membantu orang lain yang padahal tidak mengurangi harta dia?"
Subhanallah! ini orang mati syahid. Orang-orang berpikir mati syahid pasti insya Allah dapat memberikan syafaat kepada keluarganya, ternyata belum tentu dia selamat gara-gara lisan dia.
Kata almunawi dalam kitabnya faidul Qadir tentang hadis yang baru saja kita baca, dia berbicara tentang yang tidak ada urusannya sama dia, yang gak berguna buat dia, bisa jadi maksudnya banyak bertanya kepada orang tentang keadaan dia. Misal perkara-perkara tentang urusan yang gak guna bahkan jikapun bertanya, membuat orang yang ditanya jadi enggak enak atau kurang nyaman saat menjawabnya. Kalau di kalangan rumah tangga, "kapan nambah anak?" atau "kok cuma dua sih, nambah lagi lah.!", "kerja dimana sekarang?" dst.
Dengan pertanyaan-pertanyaan itu, yang ditanya akhirnya enggak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Karena kadang ini orang enggak ingin ngasih tahu orang lain dengan urusan dia karena privasi, dia enggak kepengen ngasih tahu orang lain, kalau dia ngasih tahu akhirnya jadi berat buat dia. Dan kalau dia bohong dalam menjawab pertanyaan itu jadi dosa dia nantinya, atau dia berusaha untuk memberikan jawaban-jawaban kiasan pun jadi susah lagi buat dia. Dan kalau dia enggak jawab biasanya orang men-cap dia jadi su'ul adab. Jadi serba salah.
Maka tinggalkan ngurusin orang atau tanya-tanya sama orang, urusan yang enggak ada gunanya buat kita.
Tapi kalau dia ngomong, cerita sendiri ya tinggal serukan kalimat baik. Misalnya, "Alhamdulillah Ana punya usaha ABCD" maka jawaban baiknya, "Masyaallah gimana, barokallohufiik"
Tapi gak perlu kepo keterusan. Jadinya noisy. Karena kepo itu tanya-tanya urusan orang yang enggak ada pentingnya buat kita itu berbahaya buat kita. Bisa jadi ternyata kita nyakitin orang tapi kita enggak sadar.
Yang ke-enam, Kepo ini ingin tahu urusan orang ini, tanya-tanya urusan orang yang tidak ada gunanya buat kita, menjadi salah satu penyebab rusaknya persaudaraan, pecahnya persahabatan, hilangnya cinta dan kasih sayang.
Jaga lisan kita. Ingatlah, ada hal-hal yang memang privasi orang lain. Karena ya bisa jadi dari salah satu, mungkin pertanyaan tadi, orang tanya tentang kondisi ekonominya bagaimana, dia tampak sukses dst. Itu bisa keterusan dan tatkala sohibnya ini tidak melanjutkan bisnisnya, misal bertaubat, kemudian ditimpali, "Wah, banyak dosa dong, jadi kamu bertaubat." maka bisa jadi tergores hatinya, jadi tidak mau cerita lagi dst. Pecahlah persahabatan. Rusaklah persahabatan itu hanya karena lisan tidak terjaga.
Ketika Allah Sayang pada Hamba-Nya
Di penutup kajian, Ustadz Syafiq menjelaskan bahwa Allah akan mendekatkan seseorang pada perkara agama dan hanya perkara penting saja tatkala Allah menyayanginya. Sebaliknya, jika seseorang disibukkan pada sesuatu yang bukan urusannya, bahkan disibukkan dalam perkara syubhat, maksiat hingga kerasnya hati, pertanda Allah murka padanya.
Pada kitab karya Imam adzahabi, ada sahabat yang bernama Abu dujana radhiallahu. Ketika dia sakit ada sahabat-sahabatnya yang membesuk dia dan wajahnya berseri-seri. Dalam kondisi dia sakit, wajahnya bersinar, apa kata orang-orang?
"Subhanallah apa ini kok wajahmu berseri-seri? Ada apa ini?"
Kata beliau, itu semua karena amalan yang beliau jaga. "Ada banyak amalan yang kukerjakan, tapi dua amalan ini yang paling aku berpegang teguh dengannya, dua amalan ini adalah yang pertama, aku tidak berbicara dalam hal-hal yang tidak ada urusannya buat aku, yang tidak ada gunanya buat aku. Itu yang pertama, aku tidak berbicara dalam perkara yang tidak bermanfaat buat aku. Yang kedua, aku berusaha menjaga hatiku untuk baik sama orang-orang, enggak hasad, enggak hasut, enggak iri dengan kehidupan mereka."
Subhanallah!
Imam hasan Al bashri rahimahullahu taala, beliau pernah mengatakan, bahwa di antara tanda berpalingnya Allah dari hamba adalah hamba itu dibiarin aja. Tanda berpalingnya Allah dari hamba, orang dibikin sibuk dengan perkara-perkara yang tidak manfaat buat dia.
Bahkan Imam Malik mengatakan bahwa seseorang itu, enggak akan sukses sampai dia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna buat dirinya, dan menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang bermanfaat buat dia, baru dia akan sukses. Tetapi kalau sudah dia sibuk dengan perkara-perkara yang enggak berguna, malah yang bermanfaat dia tinggalkan ya tidak akan sukses. Sedangkan modal hidup kita hanyalah waktu yang Allah beri.
Batasan Mengurus Hal Penting
Apakah gak boleh tahu urusan orang?
Nah, ada kaidah, ada standar, batasan yang perlu kita pelajari dalam perkara kita enggak boleh tahu urusan orang itu sampai mana batasan-batasannya?
Ustadz Syafiq menjelaskan bahwa batasan-batasannya adalah agama kita, bukan nafsu. Karena ada urusan-urusan orang yang urusan kita juga penting buat kita, penting sekali buat kita. Karena kita bakal ditanya Nanti pada hari kiamat 'Kenapa kau tinggalkan ini?'
Dan di antara hal itu adalah bab Amar Ma'ruf nahi mungkar.
yakni bab memerintahkan kepada yang Makruf dan mencegah perbuatan mungkar sesuai dengan tuntunan islam. TIDAK MAIN TEBAK-TEBAK, MENGHAKIMI DALAM KONDISI EMOSI SESUAI HAWA NAFSU!
karena kadangkala kalau ada orang kita tegur, misal 'bertakwalah kepada Allah ini perbuatan dosa'. Eh, orangnay nyolot! "jangan ngurusin orang, ini urusan gue" dst. Eits! tunggu dulu, ini urusanku, bukan urusanmu aja, kalau azab Allah turun, itu bukan hanya menimpamu tetapi menimpa kita-kita juga. Maka, urusan kita ngurusin tuh orang jadi perkara penting. Tapi sekali lagi, PERLU ILMU. TIDAK MAIN HAKIM SENDIRI!!!!!
ITULAH pentingnya kita punya guru, punya ahli hikmah yang sudah mengenal diri, punya KAPASITAS yang JELAS, bukan orang-orang yang penuh emosi dan suka sekali nyolot dan bermain hakim sendiri sesuai prasangka di kepala masing-masing.
Jika tidak bisa mengubah dengan tangan, dengan lisan, paling lemah ya hanya mengingkari dalam hati.
Ingat, dalam memberi nasihat pun ada adab dan etika. Termasuk kita sebagai istri, seperti Asiyah Binti Muzahim yang suaminya sekelas Fir'aun pun, beliau berlaku lemah lembut. Apatah kita yang tidak selevel beliau keimanannya, malah nyolot! Hasbunallah wani'mal wakiil, ni'mal mauwlaa wani'man nashiir.
Terutama untuk perempuan, yang gemar sekali menghakimi menggunakan perasaan pribadi. Ini reminder pribadi. Kenapa? karena fitnah terbesar dan terdahsyat itu munculnya dari mulut perempuan. Al-Qur'an sampai mengabadikan secara nyata dalam satu surat khusus, surat Yusuf.
The last, Ustadz Syafiq menjelaskan terkait waktu yang sia-sia. Janganlah suka nongkrong, apalagi sampai taruhan bola, dst.
Semoga tulisan ini jadi reminder diri sendiri, mengabadikan momen, genap 4 bulan dari 14 April 2024. Banyak hikmah yang muncul setiap menulis di laman ini. Semoga Allah senantiasa melindungi diri, keluarga dan jiwa kita dimanapun berada. Beginilah salah satu caraku untuk mengikat ilmu dan memulihkan jiwa.
Comments
Post a Comment